Kamis (19/9), bidang Sospol (Sosial Politik) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menggelar diskusi “Api Yang Tak Padam: Menghidupkan Kembali Harapan Bernegara di Tengah Ancaman Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)” yang dilaksanakan di Crop Circle FIB Universitas Diponegoro.
Diskusi tersebut bagian dari rangkaian acara Mabes (Malam Berkabung Sastra) “Merawat Ingat Menolak Lupa” yang merupakan kolaborasi dengan bidang Minat dan Bakat (Mikat). Diskusi tersebut turut menghadirkan Adetya Pramandira dari Aksi Kamisan Semarang, dan juga M. Safali dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang.
Adetya Pramandira selaku pembicara dalam diskusi tersebut mengungkapkan bahwa anak muda perlu mengingat rangkaian september hitam ini sebagai sejarah masa lalu yang tidak mengungkapkan kebenaran, bisa menjadi dasar terjadinya represi masa ini.
“Anak muda, baik mahasiswa atau bukan, kenapa itu (mengingat September Hitam-red) penting, satu sejarah masa lalu. Pelanggaran HAM yang tidak selesai, kemudian tidak ada pemulihan, pengadilan terhadap pelaku, tidak ada pengungkapan kebenaran. Maka itu (pelanggaran HAM-red) akan terjadi hari ini. Bisa kekerasan dalam konflik tadi yang aku sebutkan, ada sumber daya alam, ada kriminalisasikan aktivis yang bicara, itu terjadi karena dosa-dosa masa lalu yg tidak diselesaikan,” jelasnya.
Dimas selaku ketua pelaksana menjelaskan hal yang melatarbelakangi diadakannya acara ini adalah untuk terus mengingat bahwa pada masa lalu terdapat peristiwa penindasan HAM di Indonesia.
“Mungkin jadi balik lagi apa yg tadi dibilang makna September hitam jadi kita tidak boleh melupakan sejarah yang pernah terjadi terutama di Indonesia. Makanya kita membuat ini, merawat ingat menolak lupa, karena balik lagi di masa sekarang tuh orang-orang sudah mulai lupa dengan kejadian-kejadian dulu,” jelasnya.
Tata, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang turut hadir mengungkapkan alasan dia mengikuti diskusi ini karena tertarik dengan isu tentang pelanggaran HAM.
“Kalau dari aku, terdorongnya pertama karena ini adalah suatu isu yang kita tidak bisa lupain lah tetap merawat ini terus tetap menjadikan pembelajaran tentang HAM, tentang pelanggaran HAM itu sendiri. (Sehingga-red) nantinya mahasiswa-mahasiswa setelah lulus (yang-red) menjadi pemimpin-pemimpin bangsa tidak mengulang dosa itu lagi, jadi bisa dijadikan pembelajaran,” ujarnya
Salah satu peserta yang mengikuti diskusi, Imadu, menjelaskan bahwa banyak insight baru yang dia dapat dari diskusi tersebut.
“(Insight baru – red) terkait keadilan transisi di mana negara harus bertanggung jawab atas pemulihan hak kebenaran, hak atas pemulihan, (dan-red) satu lagi, (yakni-red) ekonomi dan politik,” jelasnya.
Imadu berharap diskusi seperti ini lebih sering dilakukan.
“Sejujurnya masih pasif tapi adanya diskusi ini juga sebagai langkah awal progresif untuk teman-teman terus mengingat, terus membangkitkan semangat perlawanan, semangat revolusi terhadap negara yang saat ini tidak sedang baik-baik saja…. Pengennya lebih banyak lagi diskusi di ruang-ruang terkecil seperti kelas atau komunitas-komunitas studi begitu sih,” jelasnya.
Sebagai penutup, diskusi “Api Yang Tak Padam” yang digelar oleh Bidang Sospol BEM FIB Undip diharapkan dapat menjadi ruang refleksi bagi mahasiswa untuk mengingat kembali sejarah kelam pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya yang terjadi dalam peristiwa September Hitam.
Reporter : Diaz, Akmal, Zahrani, Diyah
Penulis: Diyah
Editor: Farhan