
Minggu, (20/03/22) Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional menggelar diskusi publik bertajuk “LPM Lintas Dibekukan karena Berita: IAIN Ambon, Sehat?” di platform Zoom. Diskusi menghadirkan Dhia Al Uyun perwakilan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) dan Yolanda Agne pemimpin redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Lintas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.
Sebelumnya, rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin melalui keputusan rektor IAIN Ambon Nomor 92 Tahun 2022 memutuskan untuk membekukan LPM Lintas karena dianggap tidak sesuai dengan visi dan misi Kampus Hijau tersebut. Keputusan ini merupakan buntut dari terbitnya majalah edisi II 14 Maret 2022 lalu bertajuk “IAIN Rawan Pelecehan”.
Perlu diketahui, pada 2016 LPM Lintas sempat menerbitkan isu kekerasan seksual (KS). IAIN Ambon ketika itu pun membentuk tim investigasi namun nihil hasil dan tidak tuntas. Akhirnya, LPM Lintas kembali mengangkat isu tersebut. “Tidak menyangka ada 32 kasus [KS]. Kami investigasi dan liputan berbulan-bulan,” jelas Yolanda saat membuka diskusi.
Diketahui, penyintas terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sedangkan terduga pelaku sebanyak 14 orang yang terdiri dari 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiwa, dan 1 alumnus. Liputan tersebut ditelusuri sejak 2017.
Ketika majalah sudah dalam tahap distribusi, Yusuf Pleso, salah satu dosen yang menjadi narasumber dalam artikel bertajuk “Tutup Kasus” mendatangi sekretariat LPM Lintas bersama pengacaranya. Dia menyampaikan keberatan karena wajah dan pernyataannya untuk meminta menutup kasus yang dialami ketika salah satu penyintas melapor padanya terpampang di majalah tersebut. “’lebih baik kamu tutup saja,’” ujar Yolanda menirukan Yusuf saat itu.
Atas dasar merasa nama baiknya tercemarkan, Yusuf mengancam untuk membawa keluarganya mendatangi sekretariat tersebut. “Setelah [dia] pergi, ada 3 orang yang mengatasnamkan keluarga Pak Yusuf. Salah satu dari mereka membanting majalah kami, dan kami membalas ‘jangan dibanting, itu karya jurnalitik,’ ia tidak setuju dan memukul. Setelah dilerai oleh rekan-rekan yang lain, mereka bertiga pergi,” tutur Yolanda.
Rabu (16/3/22) LPM Lintas diundang untuk rapat tertutup bersama pimpinan universitas. “Kami tidak boleh melakukan rekaman atau apapun karena rapat bersifat tertutup katanya. Namun, di sisi lain humas merekam,” kata Yolanda.
Di sana, Yolanda diminta untuk membuktikan kebenaran dalam majalah tersebut. “Seorang dekan bernama Yamin mendesak untuk membuktikan namun memaksa kami untuk menunjukkan data korban,” lanjutnya.
Karena enggan buka mulut, akhirnya pada Kamis (17/3/22), Zainal Abidin Rahawarin membekukan aktivitas LPM Lintas.
Terkait hal ini, pengurus Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Dhia Al Uyun berujar bahwa IAIN Ambon yang menyebut LPM Lintas tidak sesuai visi misi kampus melanggar statuta IAIN Ambon sendiri dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Statuta IAIN Ambon. Pasal tersebut terkait kebebasan akademik mahasiswa yang juga mesti berlandaskan kaidah keilmuan.
“Temen-temen [LPM Lintas] udah riset kok, apalagi risetnya data utama (primer), terus apa lagi? Kalo di sana (pihak kampus) mau sanding data, ya, berikan data tandingan dan berdiskusi,” tegas Dhia.
Selain itu Dhia pun menyebutkan rentetan pelanggaran SK pembekuan tersebut, salah satunya SK Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 tentang Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
“Ini sudah jelas jadi acuan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. bahkan sudah jelas wajib [penerapannya]. Ini berarti sudah melanggar peraturannya kemenag (kementrian agama),” papar Dhia.
Lebih lanjut, ia berharap IAIN Ambon segera meminta maaf kepada LPM Lintas dan mencabut SK pembekuannya lalu mengusut tuntas kasus KS di kampus IAIN Ambon. “Karena ini dapat berdampak pada individu maupun pejabat yang melakukan tindak [pelanggaran] administrasi yang juga berdampak ke institusi,” tutupnya.
Reporter: Indri (magang), Aida Feriska
Penulis: Aida Feriska
Editor: Rilanda