
Sejak dimulainya perkuliahan luring, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip) kerap mengeluhkan fasilitas Gedung C, termasuk musala dan Gedung Serba Guna (GSG). Kendala yang dialami tidak hanya saat melakukan aktivitas akademik, namun juga nonakademik.
Arum Pamungkasari, mahasiswa Sastra Indonesia 2020 punya sejumlah keluhan. “Yang pertama, mengalami susah sinyal, baik dari sinyal Undip Connect maupun data dari seluler pribadi. Jadi, data seluler yang aku pakai kan IM3. Kartu perdana itu sinyalnya kuat kalo lagi di luar GSG dan gedung lainnya. Tapi, kalo udah masuk GSG dari lantai atas sampai bawah itu sinyal bener-bener hilang, tulisannya 4G tapi nggak bisa buat apapun, termasuk buka WA,” terangnya (18/09/22).
Hal tersebut pun kerap dialami mahasiswa lain dan dosen. “Itu juga dialami temenku yang pake Telkomsel yang notabenenya kartu bagus, tapi tetap nggak ada sinyal. Bahkan, dosen pun susah ngonekin (menyambungkan) device-nya ke jaringan Undip Connect dan Eduroom,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya penempatan pendingin ruangan (AC) di beberapa kelas kurang tepat, khususnya C6. “Kenapa AC posisinya cuma di belakang, 2 AC saling berhadapan. Kenapa nggak yang satu di belakang, satu di depan. Karena emang jadi kayak ketimpangan, orang yang duduk di depan kepanasan, dan yang duduk di belakang kedinginan,” keluhnya. “AC juga sering mati.”
Keluhannya dilengkapi dengan listrik yang kerap kali mati. “Sering mati listrik,” ujarnya.
Persoalan listrik tak hanya menganggu aktivitas akademik, nonakademik pun ikut terganggu. Misalnya saat pelaksanaan Exporia, Pekan Kesejarahan Undip (PKU), LibFest, dan Orenji yang digelar serentak 3 September 2020 lalu di wilayah Gedung C, termasuk GSG. Sekitar pukul 09:00, sontak seluruh wilayah Gedung C mati listrik. Hal ini menghambat berjalannya acara yang sedang berlangsung. Alhasil, kegiatan baru dapat kembali berjalan usai sekitar empat jam listrik padam. Kata sejumlah panitia, hal ini terjadi akibat kapasitas listrik Gedung C yang tidak memadai.
Di sisi lain, ketua Kharisma FIB Undip Salman Albi punya keluhan soal musala, salah satunya tempat wudhu antara laki-laki dan perempuan yang bercampur. “Padahal dalam ajaran agama Islam itu tidak boleh bercampur karena ketika berwudhu akan membuka aurat itu kurang bagus. Pembagiannya kurang jelas,” ujar Salman.
Selain itu, air yang mengalir pun kadang memiliki rasa. “Beberapa kali ketika kumur-kumur rasanya agak beda, airnya ada rasanya, entah itu lumut pipa atau pipanya berkarat, tandonnya tidak dibersihkan,” katanya.
Air toilet Gedung C juga menurutnya keruh. “Itu, kan, desainnya kloset duduk dan itu airnya kurang bening gitu, ya. Tapi ketika mencoba di keran, airnya itu tetap kuning,” katanya keheranan.
Hal ini turut diamini Arum. “GSG itu emang problematik. Ga cuma kelas, tapi juga musala. Ada juga toilet yang airnya keruh dan kebersihan alat-alat kayak ember, gayung yang kotor banget, apalagi itu WC duduk,” ucapnya.
Selain tempat wudhu, Salman juga menyoroti ketiadaan batas suci di depan teras musala. Wilayah itu kerap menjadi jalur lintasan umum. “Dalam satu sisi itu jalan umum tapi juga membuat kotor petak depan musala. Misalnya sehabis wudhu lantainya basah, ada yang lewat jadi tampak kotor,” jelasnya.
Listrik pun ikut jadi perkara. Katanya, stop kontak yang ada tidak seluruhnya menyala. “Bahkan kalau dicoba hanya dua saja yang bisa,” terangnya.
Terkait berbagai keluhan yang dialami mahasiswa, Hayamwuruk mencoba mengklarifikasi pada Budi selaku penanggung jawab Gedung C. “Masalah listrik mati itu karena daya listrik FIB yang kurang memenuhi kebutuhan,” katanya melalui pesan WhatsApp (26/9/22).
Hal tersebut jadi memengaruhi sulitnya sinyal seperti yang dikeluhkan mahasiswa. “Sinyal sering tidak connect karena masalah listrik juga,” tambahnya.
Terkait tempat wudhu yang bercampur, Budi tidak banyak menanggapi. “Kalo keran memang begitu, jadi itu semua tergantung mahasiswanya sendiri,” ujarnya.
Namun soa batas suci, menurut Budi pernah ada wacana mengenai pembuatannya. “Tapi sepertinya nggak akan dibikin batas suci. Itu tergantung kesadaran mahasiswa masing-masing. Masa iya kami disuruh mengawasi terus, harusnya mahasiswa sadar kalo tempat wudhu jangan dilewati pake sepatu,” ucapnya.
Perkara listrik, Budi telah mengajukan penyelesaian masalah ke pihak fakultas. “Tapi dari pimpinan belum ada keputusan,” pungkasnya.
Reporter: Dewi, Jae
Penulis: Jae
Editor: Rilanda