RESENSI FILM: OPPENHEIMER

sumber gambar: cinemags.org

Informasi Film:

Judul Film : Oppenheimer

Produksi : Syncopy Inc. & Atlas Entertainment

Sutradara : Christopher Nolan

Produser : Christopher Nolan, Emma Thomas, dan Charles Roven

Penulis : Christopher Nolan berdasarkan buku American Prometheus karya Kai Bird      dan Martin J. Sherwin

Durasi : 180 menit

Tanggal Rilis : 19 Juli 2023

Setelah film terakhirnya yang berjudul Tenet rilis pada tahun 2020, Christopher Nolan berhasil menciptakan comeback luar biasa dengan membawa film biopic berjudul Oppenheimer. Ini adalah kali pertama Nolan menciptakan film bergenre biografi. 

Oppenheimer berfokus pada kisah hidup dan perjalanan Dr. Julius Robert Oppenheimer. Ia merupakan seorang fisikawan Amerika yang terkenal karena kontribusinya dalam membuat bom atom pada Perang Dunia Kedua.

Pertama kalinya mengangkat film bergenre biografi, menurut saya Nolan sangat sukses mengemas keseluruhan cerita di dalam Oppenheimer. Mulai dari obrolan para tokoh hingga cara Nolan menggambarkan situasi yang terjadi di dalamnya, semua dikemas begitu baik. Nolan dengan ciri khas-nya membawa cinematography yang cantik dan mengharukan, terutama ketika adegan ledakan yang muncul di dalam film. 

Tidak hanya cerita dan pengambilan adegan, Nolan juga memilih composer yang tepat untuk setiap musik di dalam Oppenheimer, Ludwig Göransson. Ditambah lagi, Nolan berhasil menarik sederet pelakon hebat seperti Cillian Murphy, Emily Blunt, Robert Downey Jr., hingga Matt Damon, yang berhasil memerankan masing-masing tokoh dengan sangat baik. 

Kehidupan Dr. Julius Robert Oppenheimer

Dr. J. Robert Oppenheimer, yang diperankan oleh Cillian Murphy, adalah seorang fisikawan ambisius dan penuh inovasi. Kecintaannya terhadap fisika mendatangkan ide-ide hebat yang ia harap dapat membantu negara tercintanya, Amerika Serikat, untuk menghentikan perang dunia. 

Di Amerika, Oppenheimer menjadi seorang pengajar fisika di sebuah institut kecil. Ia juga bertemu pujaan hatinya, Jean Tatlock (Florence Pugh), wanita misterius yang membenci bunga. Nama Oppenheimer semakin dikenal seiring berjalannya waktu, muridnya semakin banyak, dan ide-ide yang ia tulis semakin populer. 

Ketika ia mendengar Jerman berhasil membuat bom, jiwanya terpanggil untuk mempelajari bagaimana ia dapat menciptakan bom yang lebih kuat untuk melampaui Jerman. Kesempatan tersebut datang ketika Oppenheimer diundang oleh Leslie Groves (Matt Damon) untuk menjadi bagian dari Manhattan Project. Di sini Oppenheimer memanfaatkan kesempatannya untuk melanjutkan rencana penciptaan bomnya dengan mengajak rekan dan siswa-siswanya untuk bekerja sama. 

Meski prosesnya tidak mudah, Oppenheimer bersama dengan rekan dan siswa-siswanya berhasil menciptakan bom yang akhirnya dikenal sebagai bom atom. Dari situlah Oppenheimer disebut sebagai “Father of Atomic Bomb” karena idenya mengenai bom atom berhasil menghentikan perang.

“Now I am become death, the destroyer of worlds.”

Digadang-gadang sebagai pahlawan dan fisikawan hebat, Oppenheimer ternyata merasa terganggu oleh penyesalan dan kekecewaan yang muncul di dalam hatinya. Di dalam film ditampilkan dengan jelas bagaimana perasaan Oppenheimer setelah ia mendengar kabar bom atom telah dijatuhkan.

Melalui akting Cillian Murphy yang tak bisa diragukan, ia berhasil menjelaskan semua perasaan yang muncul melalui kedua matanya. Diimbangi dengan adegan-adegan yang menunjukkan bahwa Oppenheimer terganggu secara psikis membuat film ini menjadi mengharukan. 

Dapat dilihat pula bahwa ambisi Oppenheimer sebelumnya ternyata memunculkan sifatnya sebagai manusia. Ia juga dapat merasa trauma, sedih, kecewa, bahkan terluka hanya dengan memikirkan bahwa ciptaannya telah menghancurkan kota sekaligus orang-orang di dalamnya. Oppenheimer pun menyebut dirinya sebagai kematian dan penghancur dunia. 

Tak hanya Oppenheimer dan bom atomnya yang diceritakan dalam film. Hubungan antara Oppenheimer dengan Lewis Strauss (Robert Downey Jr.) dan Albert Einstein (Tom Conti) juga disoroti. Kisah politik yang terjadi di dalam hidup Oppenheimer pun diceritakan di dalam film dengan sangat baik.

Hal yang paling menarik di dalam film ini adalah keakuratan ledakan bom yang ditampilkan. Fakta bahwa kecepatan cahaya lebih besar dibandingkan kecepatan suara ditunjukkan dengan sempurna. Ledakan bom yang divisualisasikan secara dramatis sekaligus mengharukan merupakan salah satu kesuksesan Nolan di dalam Oppenheimer ini.

Kesuksesan Nolan lainnya adalah dalam penulisan naskah yang memakai dua sudut pandang; objektif dan subjektif. Kedua sudut pandang ini pun dibedakan di dalam film melalui warnanya. Penulisan naskah secara objektif Nolan dalam adegan menggunakan warna hitam-putih, sedangkan sudut pandang subjektifnya berwarna.

Berdurasi 3 jam, Oppenheimer merupakan film yang wajib ditonton, terlebih oleh penggemar Christopher Nolan. Tanpa menghilangkan ciri khasnya, Nolan mempertahankan keunikan dan keindahan di dalam pengambilan adegan. Mulai dari angle hingga pewarnaan, semua dikemas sempurna di dalam Oppenheimer. Meski cukup membingungkan karena banyak dialog antartokoh dan beberapa adegan terpaksa dipotong, Oppenheimer tetap layak ditonton oleh semua orang. Seperti apa yang dikatakan Christopher Nolan di dalam salah satu interview-nya, “Don’t try to understand, just feel it.”

Penulis: Marricy

Editor: Juno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top