#ArtistBersuara: Bentuk Kekecewaan Para Seniman Digital

Sumber: Medium.com

Tagar Artist Bersuara ikut meramaikan gerakan Indonesia Gelap yang terjadi pada pertengahan Februari lalu. Tagar ini muncul sebagai bentuk protes akan penggunaan Artificial Intelligence (AI) oleh pemerintah, khususnya kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Aksi Indonesia Gelap adalah aksi protes yang dilakukan masyarakat untuk mengkritik pemerintah dan sebagai bentuk kekecewaan atas berbagai kebijakan yang diterapkan. Namun, ada hal menarik yang terjadi pada aksi ini, di mana ratusan hingga ribuan seniman digital secara kompak memakai tagar #ArtistBersuara untuk memprotes pemerintah melalui cara mereka sendiri. Para seniman digital ini membuat gambar mereka dengan tema Indonesia Gelap dan menggunakan tagar #ArtistBersuara. Mereka berusaha mendukung aksi Indonesia Gelap dari media sosial.

#ArtistBersuara yang pertama kali muncul di X adalah bentuk dari kekecewaan kalangan seniman karena pemerintah sering menggunakan AI dalam melakukan promosi dan iklan. Beberapa minggu terakhir tagar ini mulai bermunculan di TikTok dan Instagram. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat, terutama seniman digital mulai kompak menyampaikan kekecewaan terhadap penggunaan AI yang tidak dibatasi.

Para seniman, seperti ilustrator dan animator menuntut pemerintah untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan AI sebagai iklan atau promosi. Karena dengan menggunakan AI, pemerintah seolah-olah menganggap remeh dan tidak menghargai para seniman bangsa yang karyanya jauh lebih baik daripada AI. Apalagi semenjak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) berganti nama menjadi Komdigi seharusnya pemerintah berfokus pada bagaimana pemanfaatan AI ini tidak mengganggu industri seni di Indonesia.

Pada kenyataannya, industri seniman di Indonesia memiliki potensi dan bakat yang sangat besar. Dalam bidang animasi misalnya, beberapa tahun belakangan ini muncul iklan animasi yang banyak masyarakat menyebut animasi tersebut menyerupai Animasi Jepang (Anime). Seperti iklan Bank Negara Indonesia (BNI) yang walaupun milik pemerintah tetapi tidak menggunakan AI untuk iklan mereka. Mereka justru memilih menggunakan iklan dengan grafik layaknya anime Jepang. Selain BNI, iklan Sasa juga disebut-sebut memiliki kualitas yang sama dengan anime, hal itu karena detail dan pewarnaan yang tepat membuat animasi iklan Sasa menjadi realistis.

Tak hanya iklan dari brand atau lembaga pemerintah, generasi muda Indonesia juga memiliki potensi yang besar dalam dunia animasi. Contohnya adalah film animasi buatan siswa Sekolah Mene Raden Umar Said Kudus yang dikerjakan oleh 265 siswa jurusan animasi.

Kemarahan publik terhadap penggunaan AI oleh pemerintah muncul usai komdigi secara terang-terangan memposting iklan Makan Bergizi Gratis. Terlebih lagi, Menteri Komdigi, Meutya Hafid, ternyata menggunakan AI untuk iklan masyarakat pada akun Instagramnya @meutya_hafid. Terlihat pada postingan tanggal 16 Februari 2025 tersebut berisi mengenai dampak bahaya internet terhadap generasi muda. Kolom komentar pun diisi oleh masyarakat yang geram dan kecewa terhadap penggunaan AI secara terang-terangan oleh menteri Komdigi tersebut. Tetapi menteri Komdigi itu memilih membatasi kolom komentar daripada menghapus postingan.

Tak sampai di situ, Meutya Hafid kembali memposting video hasil karya AI pada tanggal 1 Maret 2025. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya pemerintah tahu akan protes dari masyarakat, tetapi memilih mengabaikannya.

Ancaman Nyata Terhadap Artist Digital

Perkembangan teknologi memang sangat membantu manusia. Penggunaan AI secara masif dan bebas jelas akan berdampak untuk para seniman digital. Meskipun beberapa orang menganggap AI tidak akan pernah bisa menggantikan mahakarya manusia, tetapi banyak orang yang telah dengan curang menggunakan AI secara tidak benar.

Hal ini terbukti dari banyaknya video yang beredar di media sosial yang berisi tentang penggunaan AI untuk sampul buku modul dan buku pembelajaran siswa. Efisiensi waktu dan anggaran mungkin adalah hal yang mereka pikirkan sehingga memutuskan untuk menggunakan teknologi tersebut, akan tetapi ini membuktikan bahwa dunia ilustrator dan animator akan semakin tersingkirkan.

Dikutip dari Tempo.co, saat Meutya Hafid diwawancarai ia menyebutkan bahwa penggunaan AI hanyalah bentuk dari kreativitas dan postingan tersebut hanyalah postingan biasa bukan sebuah iklan komersial yang ditayangkan di TV.

Pernyataan itu jelas menunjukkan bahwa pemerintah hanyalah mencari pembenaran atas apa yang mereka lakukan. Karna meski itu adalah postingan biasa, setiap hal yang dilakukan oleh pemerintah tentunya akan mendapatkan sorotan dari banyak pihak.

Jika memang pemerintah ingin memasukkan AI ke dalam bagian dari dunia kerja Komdigi, maka seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana AI ini tidak mengancam atau membuat pihak-pihak tertentu merasa tidak dihargai. Seperti yang dikutip dari Unesco.org tentang Ethics of Artificial Intelligence, di situ dikatakan bahwa teknologi AI membawa manfaat besar di banyak bidang, tetapi tanpa pagar pembatas etika, teknologi ini berisiko mereproduksi bias dan diskriminasi di dunia nyata, memicu perpecahan, dan mengancam hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Peran pemerintah di sini seharusnya adalah menciptakan suatu kebijakan tentang penggunaan AI. Kebijakan itu diperlukan untuk melindungi dunia ilustrator dan animator yang memang dari dulu tidak diperhatikan.

Pemerintah seharusnya dapat lebih bijak dalam menggunakan AI, apalagi di saat pemerintah masih kurang mendukung seniman dan animator Indonesia. Penggunaan AI ini tentunya adalah salah satu langkah salah yang diambil pemerintah.

Penggunaan AI dalam modernisasi tentunya tidak salah, akan tetapi pemerintah seharusnya tidak menggunakan AI untuk sebuah iklan. Apalagi lembaga pemerintahan seharusnya adalah lembaga yang mampu untuk membayar ilustrator atau animator Indonesia dibandingkan dengan memanfaatkan AI yang masih belum sempurna. Sebagai lembaga yang seharusnya mengayomi masyarakat seharusnya pemerintah menggunakan jasa dari para ilustrator dan animator bukan malah menggunakan AI yang merupakan musuh bagi para seniman.

Penulis: Arya

Editor: Marricy

 

Referensi:

https://www.tempo.co/ekonomi/iklan-ai-kementerian-komdigi-jadi-sorotan-meutya-hafid-itu-hanya-bentuk-kreativitas-1208899

https://www.unesco.org/en/artificial-intelligence/recommendation-ethics

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top