Banjir Informasi dan Kesehatan Mental yang Dipertanyakan

Dok.Hayamwuruk/Ilustrasi: Aida

Sejak masa kolonial, media pers telah memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat. Melalui berita, publik menjadi tahu apa yang sedang terjadi di wilayah mereka, baik di tingkat lokal maupun nasional. Namun, di balik perannya sebagai penyampai informasi, media juga membentuk cara masyarakat berpikir dan merasakan peristiwa yang diberitakan.

Pembaca sering kali terpancing untuk memberikan opini dan prediksi terkait isu yang muncul. Opini tersebut tentu tidak muncul begitu saja, melainkan berakar pada analisis serta pengalaman emosional mereka sendiri. Ketika berita yang dibaca tidak sejalan dengan harapan atau nilai-nilai yang diyakini, pembaca akan berusaha mencari sebab, membangun penilaian, bahkan menuntut solusi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa opini publik yang beredar tidak hanya dibentuk oleh fakta, tetapi juga oleh emosi.

Para konsumen membawa rasa emosional mereka ketika membaca suatu berita. Sebuah hasil riset yang dilakukan oleh BMC Public Health di tahun 2023 menunjukkan bahwa orang yang terus menelusuri berita bencana alam di media sosial mengalami peningkatan stres, kecemasan, bahkan gejala trauma ringan. Bahkan, mereka yang menghabiskan lebih dari tiga jam membaca berita bencana setiap hari tercatat memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih tinggi mengalami gangguan emosional dibandingkan mereka yang membatasi waktunya. 

Dari hal tersebut, bukan tidak mungkin ketika berita yang beredar terus menerus memuat sesuatu yang memprihatinkan, para pembaca akan mengalami tekanan emosional dalam jangka panjang. Perlu disepakati, setiap individu memiliki kadar kewarasan masing-masing. Jika konsumsi berita negatif terjadi tanpa kendali, hal itu dapat berujung pada stres, kecemasan, bahkan kelelahan emosional yang lebih parah.

Saya juga merasakan hal demikian, ketika berita media rata-rata berisi konten-konten negatif, saya sesaat merasakan geram dan emosi yang meluap. Akhir-akhir ini, media berita Indonesia banyak mengunggah hal-hal demikian, seperti kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG), tindakan sewenang-wenang terhadap jurnalis, dan genosida Palestina. Semua itu diberitakan secara terus menerus dan tanpa henti seolah-olah semua itu tidak menemukan titik terang. Emosi yang dirasakan ketika membaca pun sesuai dengan gejala yang telah disebutkan. Apabila fenomena ini terjadi secara berterusan, dapat berakibat pada aktivitas membaca berita yang tak lagi sekadar untuk mencari informasi, tetapi juga ujian bagi kesehatan mental.

Fenomena banjir informasi yang menyebabkan kerugian kesehatan mental sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Kita pernah mengalaminya dalam skala internasional saat pandemi Covid-19. Waktu itu, jumlah korban akibat pandemi menjadi kabar yang sehari-hari didengar oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Berdasarkan data Worldometer pada tahun 2024, puncak kematian akibat Covid-19 di Indonesia terjadi pada akhir Juli 2021, dengan lebih dari 2.000 jiwa meninggal dalam satu hari. Lonjakan ini menjadi masa paling kelam sepanjang pandemi, di mana masyarakat setiap hari dihadapkan pada berita kematian yang seolah tak berujung. 

Dari hal tersebut dapat diambil benang merah bahwa terdapat kesamaan pola yang terjadi antara masa pandemi Covid-19 dengan kondisi Indonesia akhir-akhir ini. Dalam tempo tertentu, masyarakat terus-menerus disajikan berita-berita buruk. Mental dan emosional para pembaca diuji di sini seolah membaca berita seperti mengikuti ajang uji ketahanan mental nasional.

Terdapat istilah populer yang muncul di masa Covid-19 yang disebut Doomscrolling. Dikutip dari artikel jurnal yang ditulis oleh Syakira dkk. (2025) doomscrolling merupakan perilaku menelusuri informasi secara berlebihan di media sosial yang berfokus pada berita-berita bernuansa negatif seperti laporan mengenai pandemi, bencana alam, kekacauan politik, tindak kejahatan, krisis sosial, dan isu serupa lainnya.

Hal tersebut jelas masih sangat relevan dengan kondisi berita yang terjadi di Indonesia saat ini. Perilaku ini sangat berbahaya karena dapat memicu tekanan mental yang serius. Masyarakat secara tidak sadar terus mengonsumsi berita negatif dalam kadar berlebih. Akibatnya, timbul kelelahan batin, kecemasan, bahkan gangguan tidur. Psikolog Susan Albers dalam Cleveland Clinic Health  menyebutkan bahwa doomscrolling dapat memperburuk kesehatan mental, menyebabkan insomnia, dan bahkan berkontribusi terhadap “kegilaan digital” yaitu kondisi di mana seseorang kehilangan kendali terhadap pikirannya akibat terpaan informasi negatif yang berlebihan.

Oleh karena itu, Albers juga memberikan cara bagaimana mengatasi perilaku doomscrolling, berikut adalah beberapa tips yang dapat digunakan:

  1.  Membatasi perilaku pada waktu atau tempat tertentu
  2.  Memperhatikan perasaan negatif seperti kecemasan, kegelisahan, dan stres
  3. Hindari berpikir secara berlebihan
  4. Tanya alasan kepada diri sendiri sebelum membuka ponsel
  5. Jika tidak bisa berhenti men-scroll konten, perlambatlah
  6. Fokus pada saat ini
  7. Mencari berita positif
  8. Melatih diri untuk bersyukur
  9. Menggerakkan anggota badan
  10. Putuskan sambungan
  11. Meminta bantuan kepada orang lain bahkan terapis

Pada akhirnya, menjaga kewarasan di tengah berita yang penuh kegilaan bukan berarti seseorang menutup mata pada kenyataan. Para pembaca berita juga harus sadar betapa pentingnya belajar memberi jeda untuk pikiran mereka dari maraknya konten-konten negatif yang tersebar. Dunia tidak akan berhenti menyampaikan kabar buruk, jadi kendali pada diri masing-masing menjadi senjata utama untuk tidak tenggelam dalam lautan kegilaan itu sendiri.

 Referensi

Albers, S. (2024). The psychological effects of doomscrolling and how to stop it. Cleveland Clinic Health. https://health.clevelandclinic.org/everything-you-need-to-know-about-doomscrolling-and-how-to-avoid-it.  Diakses pada tanggal 5 Oktober 2025.

Kartol et al. BMC Public Health (2023) 23:2513. https://doi.org/10.1186/s12889-023-17460-3. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2025.

Syakira, N. R., Ifdil, I., & Khairati, A. (2025). Analisis doomscrolling pada mahasiswa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan intensitas penggunaan media sosial. Jurnal Konseling dan Pendidikan. 13(2), 561-577. https://doi.org/10.29210/1164100. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2025.

Worldometer. (2024). Indonesia coronavirus: Daily deaths graph and statistics. https://www.worldometers.info/coronavirus/country/indonesia/. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2025.

Penulis: Iyock
Editor: Diaz

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top