
Jaringan Masyarakat Sipil Jawa Tengah menggelar konferensi pers dukungan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS) pada Senin (11/04/2022) melalui Zoom dan Youtube. Acara dihadiri lembaga dari 5 Perguruan Tinggi Jawa Tengah, beberapa di antaranya Forum Kesetaraan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Tidar (Untidar), BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan BEM Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip).
Elfira Isnadia, perwakilan BEM KM Unnes mengatakan, Unnes hingga saat ini belum mengimplementasikan Permen PPKS secara komprehensif. Padahal, peraturan rektor (pertor) sebagai peraturan turunan dari Permen PPKS tersebut sudah disahkan. “Hingga saat ini kampus [Unnes] belum memiliki unit layanan aduan terpadu mengenai kekerasan seksual,” terang Elfira.
Kata Elfira, saat ini Unnes masih menggunakan sidang kode etik atau mediasi untuk menindak kasus kekerasan seksual. “[Padahal] kalo menggunakan sidang kode etik ini, kan, kita tidak mempunyai mekanisme perlindungan kepada korban, hanya terfokus kepada pelaku. Dan korban ini rentan dikriminalisasi,” katanya.
Selain itu, lanjut Elfira, ketika pihaknya mencoba mendampingi penyintas untuk melaporkan kasus KS ke pihak kampus, masih banyak pertanyaan-pertanyaan tidak relevan. “Misalkan apakah korbannya cantik, apakah korban keluar sendiri, apakah pakaian korban seksi,” ujarnya. “Jadinya adanya peraturan rektor Unnes ini hingga saat ini pun belum bisa mengakomodasi kepentingan korban,” tambahnya.
Senada dengan Elfira, Aisyah Aulia dari Forum Kesetaraan BEM KM Untidar mengatakan Untidar lamban dalam membentuk satuan tugas (satgas) sebagaimana diamanatkan dalam pasal 6 ayat (3) poin b Permen PPKS. “Sastgas itu baru dibentuk tahun ini (2022) pada bulan April. Jadi Untidar cukup lambat,” ucapnya.
Padahal, survei yang dilakukan Forum Kesetaraan Untidar pada 7-22 September 2021 yang memperoleh 303 responden menunjukkan perlunya segera dibentuk satgas untuk menangani kekerasan seksual. Hal ini dibuktikan melalui pengakuan 58 responden yang mendapat kekerasan seksual tidak tahu ke mana melaporkan dan 162 responden tidak tahu bagaimana melaporkan apabila ada kasus kekerasan seksual di lingkup kampus Untidar. Oleh karena itu, lanjut Aisyah, di 2022 Forum Kesetaraan Untidar berinisiatif membentuk satgas di setiap fakultas Untidar “Untuk memonitoring secara langsung apakah ada kasus yang masuk atau tidak,” lanjutnya.
Berbeda dengan Unnes dan Untidar, Undip justru belum mengimplementasikan permen PPKS tersebut. Namun, menurut Vanessa Audrey perwakilan BEM FH Undip mengatakan draft rancangan peraturan rektor (pertor) terkait PPKS sudah ada dan disebar. “Kemarin draft rancangan pertornya sudah disebarkan ke mahasiswa untuk dinilai dan dikritisi,” terangnya.
Yang menjadi permasalahan, kata Vanessa, rancangan pertor tersebut tidak mencantumkan Permen PPKS di bagian “Mengingat”. “Padahal Permendikbudristek [Nomor 30/2021] ini, kan, sesuai dengan tujuannya untuk dijadikan pedoman dalam pembentukan kebijakan kampus [terkait penanganan] PPKS ini,” keluhnya.
Permen PPKS ini, menurut Audrey, perlu untuk segera diimplementasikan menjadi peraturan rektor. Pasalnya, survei oleh aliansi BEM se-Undip pada September 2021 lalu yang menjaring 771 responden menujukkan 22,4% responden mengaku pernah mendapatkan atau melihat atau mendengar pelecehan seksual di Undip. 11,54% mengaku pernah mendapat atau melihat atau mendengar candaan seksual, 9,21% pernah mengalami cat calling, 5,97% mengalami sentuhan fisik, 5,71% pernah mendapat, melihat, atau mendengar 3 bentuk kekerasan seksual tersebut, dan 87,03% responden mengatakan perlu adanya pertor atau prosedur operasional standar penanganan KS di kampus. Pelakunya diketahui sebanyak 14,79% oleh mahasiswa dan 5,06% oleh dosen. Sebanyak 9,59% responden juga mengaku mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO) selama pandemi.
“Kita tidak bisa menganggap data ini sebagai kebenaran mutlak karena kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es yang mungkin saja kejadian sebenarnya angkanya lebih besar daripada angka di survei ini,” tegas Vanessa.
Repoter: Aan
Penulis : Aan
Editor: Rilanda