“Bumi Lestari! Bumi Lestari! Kendeng
Lestari!”, teriak salah seorang ibu setelah dibacakan hasil putusan sidang oleh
majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah, sore
waktu setempat.
Selasa (17/11), sidang terkait permasalahan warga Pati yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng (JMPKK) dengan Pemerintah Kabupaten Pati resmi diputuskan. Putusan sidang
perkara yang ditangani oleh pihak mejelis hakim dengan hakim ketua Adi Budi
Sulistyo dari Universitas Negeri semarang (Unnes) berlangsung hampir 8 jam. Masyarakat
sebenarnya telah melakukan penolakan berkali-kali terhadap rencana pendirian
pabrik semen dengan alasan pembangunan pabrik semen berpotensi menghilangkan
lahan pertanian seluas 180 hektar. Lahan yang akan digunakan untuk
kebutuhan pembangunan pabrik tersebut merupakan lahan pertanian yang sangat produktif.
Putusan akhir memenangkan
gugatan dari masyarakat Kendeng dan memerintahkan pembatalan Surat Keputusan Bupati Pati Nomor
660.1/4767 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik
semen dan penambangan. Lebih lanjut dalam putusannya, pihak majelis hakim
mengutarakan kemenangan mutlak yang diraih oleh masyarakat Kendeng tidak lepas
dari pertimbangan hasil penemuan data mengenai penerbitan izin lingkungan. Izin
lingkungan tersebut bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW)
Kabupaten Pati dan azas umum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Selain
itu, ditemukannya penemuan kasus dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yang diajukan dari pihak penggugat, membuat majelis hakim semakin
memantapkan pilihannya. “Ini menjadi pertimbangan majelis hakim untuk
mengabulkan permohonan penggugat,” kata Adi, Selasa (17/11) petang seusai
sidang.
Jalannya sidang
terasa semakin haru ketika salah seorang warga yang memakai caping bertuliskan
“Tolak Semen” masuk ke ruang sidang di tengah-tengah pembacaan kasus gugatan sedang
berlangsung. Dengan memohon sambil berteriak dan mengangis, orang itu meminta
majelis hakim untuk memenangkan gugatan masyarakat. Sementara suasana di luar juga begitu ramai karena adanya aksi
demontrasi dan orasi massa besar-besaran dari masyarakat Kendeng (Pati, Blora,
Rembang, Grobogan), teman-teman aktivis dan mahasiswa seluruh jawa tengah. Aksi
demonstrasi ini dilakukan secara serentak dan terkoordinir setelah melaksanakan
konsolidasi pada malam harinya.
Tidak ingin
menerima kekalahan dan berlalu begitu saja, pada bulan Februari tahun 2016, pihak
pemerintah Kabupaten Pati bersama dengan PT. Sahabat Mulia Sakti berencana mengajukan
gugatan banding. Perkara perebutan atas hak milik tanah Kendeng, akan terus
berlangsung panas dan alot karena masing-masing pihak saling bersikukuh pada
pendiriannya. Terlepas dari itu semua, tanah Kendeng yang merupakan kawasan
karst bebatuan kapur tengah membutuhkan penanganan pelestarian. Hal ini
tercermin dari kondisi yang ada, di mana kawasan Kendeng menjadi satu-satunya
harapan sumber mata air alami bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitar.
“Satu-satunya harapan air dari gunung yang sumbernya banyak sekarang, ya di
Kendeng. Kalau buat tandur sawah ya airnya dari situ. Ronggoboyo saja
sekarang sudah tidak ada air, asat. Di Muria sekarang dibuat Aqua”.
Ungkap salah seorang warga Kendeng yang mengaharapkan kelestarian lingkungannya
tersebut.***