
Aksi Kamisan Semarang kembali menggelar aksi dengan tema bertajuk “Pelanggaran HAM terus subur Demokrasi hancur lebur” sebagai bentuk peringatan 17 tahun aksi kamisan di halaman Gedung Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Kamis (18/1/24).
Peringatan 17 tahun aksi kamisan kali ini menghadirkan berbagai penampilan-penampilan yang lebih menonjolkan seni budaya, seperti perkusi, musikalisasi puisi, performing art, juga nyanyian-nyanyian perlawanan dari Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ).
Adhitia Armi Trianto, selaku ketua Dewan Kesenian Semarang (DEKASE) yang juga hadir dalam aksi kamisan ini begitu antusias dengan pembawaan acara yang lebih ekspresif dan tidak kaku seperti aksi-aksi biasanya dengan adanya penampilan seni budaya sebagai media untuk penyampaian isu.
“Secara pribadi, aksi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa bagus. Di DEKASE kami mendukung itu. Selama isunya masih relevan dan yang terpenting membuka ruang untuk kolaborasi bersama. Kita bikin sama-sama soal HAM, soal lingkungan, soal isu-isu yang memang sekarang sedang berlangsung di Semarang. Misalnya seperti Rob, mungkin tersampaikan melalui studi, tulisan, aksi, oke, tapi mungkin lewat Seni Budaya saya pikir juga dapat tersampaikan kepada masyarakat,” ungkap Adhitia.
Secara subtansial aksi kamisan ini tetap membawakan semangat yang sama seperti aksi-aksi kamisan sebelumnya yakni pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi terus menerus tanpa adanya sikap tegas pemerintah dalam penaganananya. Menurut Adib Saifin Luqman, selaku kordinator aksi, aksi kali ini adalah momentum 17 tahun aksi kamisan yang telah dilakukan sejak 18 januari 2007 dengan tetap membawa subtansi aksi kamisan sebelumnya yakni protes terhadap penanganan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu dan ancaman untuk masa yang akan datang.
“Kalau yang membedakan sebetulnya secara spesifik gak ada, aksi kamisan hari ini membicarakan momentum 17 tahun teman-teman melakukan aksi kamisan sejak 18 januari 2007. Secara substansi, isu yang dibawakan teman-teman tidak jauh berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya, kita masih bicara soal berbagai pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu yang terjadi sekarang, kemungkinan ancaman yang terjadi di masa depan seperti itu,” tutur Adib
Aksi Kamisan ini juga menjadi bentuk protes terhadap narasi yang mengatakan bahwa isu HAM hanya muncul dan dibahas secara massif dalam 5 tahun sekali atau dalam kontestasi politik tiap menjelang pilpres.
“Yang jelas narasi itu adalah narasi yang biadab dan menyesatkan, karena apa? Karena aksi kamisan tidak dilakukan hanya 5 tahun sekali atau katakanlah hanya untuk mendekati atau menjelang pemilu tapi teman-teman aksi kamisan di berbagai daerah, baik di depan istana maupun di titik-titik api lainnya mereka terus konsisten dari tujuh belas tahun yang lalu. Artinya narasi seperti itu adalah narasi yang diada-adakan, narasi yang sangat bohong karena aksi kamisan dilakukan bahkan secara konsisten setiap minggu, setiap tahun, dan teman-teman masih melakukan aksi kamisan. Narasi seperti itu jelas bagi teman-teman adalah narasi yang mengkerdilkan upaya-upaya atau perjuangan dari keluarga korban maupun kelompok masyarakat sipil yang konsisten menuntut keadilan,” jelas Adib.
Adib menambahkan bahwasannya aksi kamisan akan terus dilaksanakan agar menciptakan ruang bagi isu-isu kerakyatan dan merawat suara perlawanan.
“pasca ini temen-temen terus komitmen akan merawat suara-suara perlawanan dan merawat perjuangan-perjuangan dari teman-teman di berbagai tempat untuk menjadi semacam ruang yang terus bisa mengampanyekan isu-isu kerakyatan seperti itu. Jadi ga hanya hari ini, besok, atau minggu depan tapi teman-teman terus berupaya akan ada kamisan yang akan terus bicara isu-isu kerakyatan,” tegasnya
Reporter: Fajri, Zul, Dini
Penulis: Zul
Editor: Juno