Satu Abad Pramoedya Ananta Toer: Mengenang Perjuangan Sang Sastrawan Pemberontak

Dok. Hayamwuruk/Irsyad

Seratus tahun sudah pasca kelahiran Pram pada tahun 1925, nama dan karyanya masih menjadi perbincangan hangat karena keulungan Pram sebagai seorang sastrawan termasyhur yang ada di Indonesia.

Seratus tahun kelahiran Pram diperingati melalui kegiatan “Satu Abad Kelahiran Pram” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu (9/2/2025). Agenda tersebut menjadi salah satu dari banyak kegiatan peringatan 100 tahun Pram yang tersebar di penjuru Indonesia.

Dalam Acara tersebut, Max Lane, penerjemah karya-karya Pram sekaligus penulis sejarah politik Indonesia, menjadi pembicara utama di acara tersebut 

Max menekankan bahwa Pram adalah figur pemberontak terhadap ketidakadilan yang terjadi baik pada masa pemerintahan Kolonial Belanda maupun rezim Orde Baru. 

Melalui tulisannya, Pram mengkritik dengan sangat tajam atas segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Meskipun dicap sebagai pemberontak, Pram adalah seorang nasionalis yang cinta terhadap tanah airnya.

“Pramoedya, meskipun pernah ditahan di Pulau Buru, beliau masih cinta dengan Indonesia. Dalam setiap perbincangan, Pram selalu menunjukan bahwa dia cinta dengan Indonesia,” tegas Max.

Sementara itu, Roy Murthado, salah satu pembicara dan penanggap dalam seminar, mengatakan bahwa momentum satu abad Pram tidak hanya sekedar seremonial saja, melainkan harus ada semangat dan implementasi dari pemikiran Pram.

“Yang paling penting itu mewujudkan cita-cita Pram menjadi kenyataan, memanifestasikan pikiran-pikiran Pram dalam perjuangan politik, perjuangan kebudayaan, perjuangan sosial, dan ekonomi. Jadi, sebisa mungkin apa yang menjadi cita-cita perjuangan dia itu kita wujudkan,” terang Roy.

Roy melanjutkan, “Kalau kita sudah melakukan itu, berarti kita sudah sepenuh-penuhnya paham, tidak hanya membaca karyanya saja, tapi juga mewujudkannya dalam lapangan kehidupan secara luas,” katanya. 

Terakhir, Roy menegaskan bahwa anak muda (mahasiswa -red) saat ini perlu belajar dari figur seorang Pramoedya Ananta Toer. Meskipun Pram tidak pernah belajar di Sekolah Tinggi (universitas), ia mempunyai rasa ingin tahu yang cukup tinggi dan aktif dalam melakukan kegiatan yang bermanfaat bahkan membentuk dirinya hingga wafat.

“Kita tidak hanya mewarisi dunia ini, tapi juga harus membuat perubahan. Itu kan visi besarnya Pram, jadi harus menjadi bagian dari organisasi perubahan, organisasi progresif, sekaligus menulis,” ujar Roy.

Penulis: Irsyad
Editor: Marricy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top