
Universitas Diponegoro (Undip) mewajibkan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) tahun 2025 sebagai salah satu mata kuliah yang diperuntukkan untuk mahasiswa semester genap strata satu. KKN-T sendiri merupakan kegiatan KKN yang dilakukan bersama mitra dari Dalam Negeri maupun Luar Negeri dengan tema tertentu yang sudah disepakati. Penghapusan sistem KKN reguler menjadi berbasis tematik menimbulkan kebingungan bagi mahasiswa dan dosen.
Zainab (bukan nama sebenarnya), seorang Koordinator Desa dari salah satu Tim KKN-T menceritakan jika sebelum penerjunan, Timnya berencana akan menginap sekitar satu atau dua minggu. Namun, hal tersebut urung dilaksanakan karena ada perubahan jadwal. Oleh karena itu, Zainab dan timnya sepakat untuk melakukan kunjungan sekali ke tempat mitra. Awalnya Zainab juga mengira program KKN-T 2025 tidak memiliki kewajiban untuk bersosialisasi bersama masyarakat.
“Kalau KKN reguler memang secara tidak langsung diwajibkan untuk bersosialisasi sama masyarakat. Sedangkan kalau KKN-T fokusnya ke satu mitra. Mungkin dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) timku sudah berkoordinasi sama mitra yang mau dituju, buat pelaksanaan model seperti yang sekarang ini,” ungkap Zainab pada Senin (8/8/2025).
Jadi, selama 43 hari kerja, Zainab melaksanakan program KKN T secara daring. Meski, menurut pengakuan dari Zainab bahwa dosen pembimbingnya tetap memperbolehkan untuk mengunjungi mitra. Kunjungan tersebut nantinya dibuat untuk menindaklanjuti perkembangan program kegiatan secara keseluruhan. Program kegiatan yang dilakukan oleh Zainab dan timnya adalah berfokus pada produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Jadi kita ngerjain website, e-commerce, dan sosial media, karena kita fokusnya ke produk UMKM yang mana itu bisa dilakukan secara online,” ungkap Zainab.
Zainab merasa bingung saat monitoring dan evaluasi (monev) dengan Pusat Pelayanan Kuliah Kerja Nyata (P2KKN) terkait bentuk program yang sama dengan sistem reguler. Zainab menjelaskan bahwa KKT-T merupakan program yang basisnya sudah ditentukan oleh DPL dengan fokus sasaran satu atau dua mitra. Sedangkan, kebijakan dari P2KKN berharap program KKN-T tetap dilaksanakan secara reguler.
“Kita basisnya sebenarnya KKN-T, yang di mana, satu program kerja sudah ditentukan sama DPL, terus sasaran utama sudah spesifik, kita mau nyasar ke satu mitra atau dua mitra. Cuman, kebijakan dari P2KKN berharap pelaksanaan KKN-T seperti reguler” jelas Zainab
Terkait dengan biaya, selama melaksanakan program KKN-T secara daring, Zainab dan Tim KKN tetap mengeluarkan untuk membayar iuran dan menyusun Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Lalu, ketika ditanya terkait dengan transparansi dana, Zainab mengaku ada. Jadi sebelum proses penarikan, dosen mengembalikan dana dari mahasiswa sebesar 180 ribu rupiah per anak.
“Pada akhirnya, biaya yang kita keluarkan itu nanti juga di-reimburse sama dosen. Jadi dari mulai biaya RAB dan segala macam di transparasi. Pada akhirnya, ketika kita sudah mengeluarkan biaya, bahkan sebelum kita penarikan, sebelum kita selesai KKN, uang sudah kembali ke kita semua,” imbuh Zainab.
Nasib berbeda dialami oleh Zakka (bukan nama sebenarnya) sebagai Koordinator Desa di salah satu Tim KKN-T Undip, mengaku tidak mendapatkan transparansi dana dari dosen pembimbing selama menjalani program KKN-T 2025. Zakka menjelaskan bahwa beberapa keperluan KKN-T, seperti survei dan posko dilakukan oleh DPL-nya sendiri.
“Dari awal enggak ada transparansi karena dosennya cuman ngomong kalau misal ada keperluan seperti survei atau posko, dosen maunya dia yang support dengan keinginannya sendiri gitu. Jadi memang dari awal, kita enggak dapat transparansi dana untuk posko dan survei,” ungkap Zakka pada Rabu, (3/9/2025) melalui aplikasi Teams.
Zakka juga menambahkan jika dosen pembimbing sempat mengatakan untuk jangan mengeluarkan dana yang banyak ketika membuat proker, dana maksimal yang dikeluarkan masing-masing mahasiswa 50 ribu rupiah oleh karena itu, beberapa temannya menggunakan dana pribadi untuk menjalankan proker selama KKN-T, seperti membuat membuat prototype atau produk lainnya. Proker Zakka sendiri adalah membuat peta. Pengeluarannya tidak tidak memerlukan dana operasional yang cukup besar karena value nya berada pada analisis hasil.
“Dari dosennya juga sempat ngomong kalau bisa anak-anak disuruh buat proker yang tidak mengeluarkan banyak dana. Enggak tahu maksudnya gimana, apakah itu bakal diganti atau nggak? Yang pasti, dia ngomong kalau bisa nggak mengeluarkan dana sama sekali,” imbuh Zakka.
Zakka sendiri mengatakan mengalami kendala selama melaksanakan program KKN-T, yakni terkait dengan permasalahan pembengkakan dana karena harus sewa dua posko. Hal tersebut dikarenakan desa tempatnya menjalankan KKN-T mengharuskan pemisahan antara posko perempuan dan laki-laki. Namun, setelah Zakka dan timnya meminta konsultasi kepada dosen pembimbingnya, mereka mendapatkan bantuan dana posko dan sembako sebesar sekitar 3,5 juta rupiah.
Selain itu, Zakka mengaku bahwa salah satu temannya mengalami intimidasi setelah bercerita kepada P2KKN terkait dengan tidak adanya transparansi dana yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Sehari setelah kejadian tersebut, Zakka mendapat pesan dari dosen pembimbingnya untuk mencari tahu siapa yang melapor kepada P2KKN. Akan tetapi, pada akhirnya dosen tidak lagi mencari mahasiswa itu dan hasil nilai untuk mata kuliah KKN aman.
“Memang ada salah satu teman saya curhat ke P2KKN menanyakan masalah transparansi dana KKN-T. Tiba-tiba besoknya, mungkin dosen pembimbing kami dapat teguran atau bagaimana, dia langsung kontak saya buat cari tahu siapa orang yang menghubungi P2KKN,” ujarnya
Siti Komariah atau akrab dipanggil Ikom, selaku DPL Tim KKN-T sekaligus dosen Sastra Indonesia memilih untuk menjalankan program KKN-T selama satu hari. Alasannya karena Ikom menjelaskan bahwa dalam buku pedoman yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) tidak terdapat peraturan batasan menginap selama menjalani kegiatan KKN-T. Selain itu, Ikom juga mendapat informasi jika program KKN T tahun 2025 tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab dalam kegiatan yang ada di desa. Hal tersebut dikarenakan fokus tujuannya lebih mengarah ke mitra. Ditambah lagi, pelaksanaan KKN-T dilakukan saat masih dalam waktu kuliah.
Namun, saat monev, Tim KKN-T yang dipegang oleh Ikom mendapat perhatian dari P2KKN terkait dengan pelaksanaanya yang hanya sehari, hal tersebut seharusnya tidak diperbolehkan.
“Jadi tempat saya karena satu hari ini mendapat perhatian, seharusnya tidak boleh, harusnya reguler, tapi kita balikan dengan peraturan. Kita ikuti buku untuk pedoman, seperti misalnya kita mau menuliskan makalah ataupun skripsi ada buku pedomannya. Kalau misalnya kita tidak ikut kepada buku pedoman, berarti tidak menulis skripsi,” ungkap Ikom pada Selasa, (16/9/2025).
Meski begitu, Ikom mengaku bahwa durasi KKN-T yang dilakukan selama sehari dirasa belum cukup karena mahasiswa kurang mendapatkan ilmunya, misalnya membuat video promosi, membuat website, dan menulis artikel ilmiah untuk jurnal. Semua itu tidak bisa dilakukan hanya dengan satu kali hadir di tempat. Saat itu, hanya Badan Pengurus Harian (BPH) dari Tim KKN-T 107 yang diberi kewajiban untuk datang setiap hari ke tempat mitra.
Selain itu, Ikom juga membingungkan terkait dengan teknis pelaksanaan program Iptek bagi Desa Binaan Undip (IDBU) yang disamakan dengan KKN-T. Padahal pada tahun 2024, program IDBU memiliki atauran tersendiri salah satunya adalah tidak adanya batasan minimal dan maksimal mahasiwa.
“Jadi memang agak membingungkan kenapa harus IDBU disamakan, kenapa tidak dibedakan. Jadi secara pelaksanaan itu sama, tapi secara anggaran dan proposal tujuannya berbeda,” imbuh Ikom.
Adnan Fauzi, sebagai Kepala Pusat Pelayanan KKN, mengaku selama monev mendapat laporan dari mahasiswa bahwa, seperti pelaksanaan KKN satu hari, adanya pembagian dua kloter dalam satu tim, ada mahasiswa yang senang karena bisa disambi dengan kuliah, dan keluhan karena tidak bisa menginap. Adnan juga menambahkan akan menyebarkan umpan balik kepada para mahasiswa, mitra, dan dosen.
“Kami mendapatkan informasi itu pada saat proses monitoring. Kalau tadi kan sampling. Kami rencana ini juga akan menyebar (formulir –red). Kami belum menyebarkan feedback yang nanti harapannya diisi oleh mahasiswa, kemudian mitra, dan dosen KKN. Itu nanti feedback-nya seperti apa hasilnya. Nanti kami segera kirimkan,” ungkap Fauzi pada Selasa, (9/9/2025).
Terkait dengan pelaksanaan KKN untuk bulan Januari dan Februari nanti, Adnan mengatakan adanya ketidakmungkinan model penganggaran seperti pada program KKN-T 2025. Dia menjelaskan pada bulan tersebut penganggaran baru saja dimulai. Meski begitu, program KKN akan tetap berjalan.
“Jadi untuk mahasiswa-mahasiswa yang hanya bisa kegiatan KKN di bulan Januari dan Februari bisa melaksanakan itu (Program KKN –red),” imbuh Fauzi.
Terkait dengan transparansi, LPM Hayamwuruk sudah mencoba menghubungi LPPM, tetapi sampai tulisan ini terbit belum tidak ada jawaban.
Reporter: Diaz, Rana, Erinna, Iyock, dan Sania
Penulis: Diaz
Editor: Marricy