Lahan parkir Fakultas Sastra mulai penuh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak dekanat berencana menggunakan trotoar depan kampus sebagai lahan tambahan.
Oleh Ira Yuliana
Reporter: Nely Restiana M, Dian Hijrianti, Ainia Prihantini, Tri Hadi S, Mahfudhoh
SUATU siang di bulan Maret 2007, Drs Wiranto bertamu ke kantor redaksi LPM Hayamwuruk. “Mas, masih ada Hawe Pos yang edisi parkir? Mau saya bawa ke Pemkot,” katanya pada salah satu awak redaksi.
Kemudian Kepala Subbagian Umum dan Perlengkapan itu bercerita tentang rencana Fakultas Sastra yang akan bekerjasma dengan pemerintah kota. Kerjasama itu berupa permintaan ijin pemakaian trotoar depan Sastra. Dengan demikian, ada penambahan lahan yang akan bisa dipakai mahasiswa untuk memarkirkan kendaraannya.
Hawe Pos edisi “Parkir” yang diminta Wiranto terbit bulan Desember 2006. Salah satu rubrik di dalamnya meliput tentang membludaknya kendaraan di Fakultas Sastra. Halaman parkir Sastra penuh. Bahkan depan jurusan yang notabene bukan lahan untuk parkir, dipadati oleh kendaraan. Jika sekarang saja seperti ini, bagaimana nanti jika mahasiswa baru angkatan 2007 masuk? Permasalahan itulah yang akan dicarikan solusi oleh dekanat.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan parkir tersebut adalah pemakaian trotoar depan kampus Sastra. Untuk itu, pihak fakultas harus bekerjasama dengan pemilik lahan, yaitu Pemkot.
RENCANA penambahan area parkir ini sebenarnya tidak baru-baru ini saja diperbincangkan. Pada peresmian Joglo, akhir Januari 2007, Dekan Fakultas Sastra sempat menyinggung permasalahan tersebut. Saat dikonfirmasi lagi, Prof Dr Nurdien H Kristanto MA membenarkan rencana itu. Bahkan persiapannya sudah dimulai akhir tahun 2006 lalu.
Pada rapat koordinasi yang diwakili Kasubbag Umperkap dengan kantor pusat, dibahas mengenai rencana pembangunan parkir. Alasannya, area parkir Sastra memang sudah padat. Lahannya yang sempit otomatis dibutuhkan lahan parkir yang baru. Kesepakatan yang diambil dalam rapat itu, lahan di depan pagar Fakultas Sastra akan ditata. Penatannya akan diatur oleh Fakultas Sastra.
Gambaran mengenai area parkir yang baru menurut Nasir, lahan itu akan diblok. “Lahan itu akan di blok memakai semen dengan sebagiannya dipasangi besi yang bisa diangkat sewaktu-waktu. Sehingga, kalau di bawahnya (di dalam selokan) ada sampahnya bisa diambil, kemudian ditutup kembali,” tuturnya.
Rencana tersebut hanya tinggal menunggu ijin dari Pemkot. Kata Nasir, pihak fakultas telah mengirim surat ijin pembangunan parkir kepada Pemkot. Namun sampai saat ini pemkot belum memberikan jawaban.
Selain ijin, yang dibutuhkan tentu dana. Nurdien mengungkapkan bahwa dana yang dianggarkan untuk pembangunan area parkir tersebut kira-kira 100-200 juta. Namun, Nasir menegaskan bahwa dana itu belum bisa dipastikan.
“Masalah anggaran masih belum bisa dipastikan kira-kira butuhnya berapa, karena belum ada kepastian persetujuan. Jadi belum bisa memprediksinya. Kalau dari sekarang kami sudah menganggarnya dan ternyata tidak disetujui, kan percuma. Kalau sudah disetujui, baru kita…,” jelas Nasir. Sumber dananya akan diambilkan dari Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA).
RENCANA pembangunan area parkir baru tersebut ternyata belum banyak diketahui mahasiswa Sastra sendiri. Menurut Listina, mahasiswa Sastra Inggris Ekstensi 2006, dirinya mengaku tidak tahu-menahu mengenai rencana itu. Namun, dia sangat mendukung seandainya rencana itu dapat terwujud.
“O ya? bagus dong kalau Sastra mau dibangun parkiran baru. Masalahnya kan dah penuh kayak gitu…,” ungkap Listina.
Selain Listina, Mukaromah mahasisswa D3 Inggris 2006 juga mengerutkan kening saat ditanya perihal rencana itu. Dia hanya berharap soal keamanan perlu diperhatikan. “Tapi kalau benar, keamanannya harus diperhatikan soalnya kan di luar halaman kampus,” harapnya.
Soal keamanan, pihak fakultas telah mengaturnya. Hal ini telah ditegaskan oleh Nurdien. Selain itu, pihak fakultas juga akan menyediakan keamanan kontrak agar aktivitas dalam berlalu lintas tetap berjalan lancar.
Lalu, masalah yang mungkin timbul adalah mengenai Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di depan. Menurut Nurdien, hal itu akan diserahkan pada kebijakan Pemkot melalui pihak kelurahan. Karena legal tidaknya para PKL itu pihak kelurahanlah yang lebih tahu. Jadi dibutuhkan kerja sama antara pihak kelurahan dan Pemkot untuk menangani mereka.
Selanjutnya bagaimana nasib PKL jika rencana itu benar-benar diwujudkan?
“Ikut saja sama kebijakan. Kalau dipindah ke lokasi yang strategis mau aja, tapi kalau tempatnya sepi ya pindah aja. Yang penting lokasinya strategis,” kata Azam, penjual empek-empek yang berjualan di depan kampus.
Sedangkan Irman, penjual siomay juga berkomentar senada. “Pindah ke tempat yang lebih strategis, kalau bisa masih di Sastra soale dah banyak pelanggan.”
Dalam perwujudan program ini, tak ada hambatan berarti. Ketika ditanya mengenai target penyelesaian pembuatannya, Nurdien menegaskan secepat mungkin. “Kalau ijin sudah turun, langsung disiapkan. Untuk pembangunannya, satu bulan sudah bisa selesai.”
Dengan adanya area parkir baru, semoga penataan kendaraan bisa lebih rapi. Dan kegiatan perkuliahan maupun kegiatan-kegiatan lain dapat berlangsung dengan lancar.
“Jadi, parkirnya tidak jadi di tingkat, hahaha…” jawab Andre, salah seorang mahasiswa Sastra 2004, ketika mengetahui rencana ini.****
Proyek maning… Duit maning… Susah yah, jaman sudah beda… Sastra semakin sesak… Semoga tak mengurangi militansi rekan-rekan Hawe dan Aktifis lainnya… Salam: Ganyang Kemapanan!
terima kasih atas tanggapannya. betul, sastra sekarang sudah sesak. nggak cuma ruang kuliah, tempat parkir saja sudah hampir nggak mencukupi.sebisa mungkin kami dari Hawe akan terus mengawal isu semacam ini. ganyang kemanan, siapa takut!!!