Kemerdekaan dalam Berpendidikan

Berbicara
mengenai represifitas kita tidak terlepas dengan kondisi pendidikan saat ini.

Dokumentasi
gambar : kompasiana.com

Tindakan
represif muncul ketika kita, mahasiswa, sedang berbicara terkait keresahan  kondisi pendidikan.
Hal itu diutarakan oleh Harits Akhmad Muzaki selaku pemantik dalam forum
diskusi yang bertajuk ‘
Kemerdekaan dalam Berpendidikan’.  Diskusi
itu
diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Budaya
(FIB) dan BEM Fakultas Sains dan Matematika (FSM) di
podium FSM Universitas Diponegoro, Kamis (17/8/2017).

Harits
menceritakan, tindakan represifitas di Universitas Negeri Semarang (Unnes)
berawal dari tahun 2016. Ketika pihak Unnes merasa kaget dengan aksi  (menolak Sumbangan Pengembangan Institusi
(SPI)) yang dilakukan 3000 mahasiswa. Setelah aksi tersebut, kemudian muncul
daftar list sekitar sepuluh sampai
dua belas mahasiswa yang akan di dropout.
Enam orang diantaranya adalah mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi yang juga
terancam akan dicabut beasiswanya.

 “Akhirnya teman-teman yang masuk daftar list
itu, yang bidikmisi kemudian diancam orang tuanya, lebih memilih bungkam, lebih
memilih diam saat itu,” ujar Harits.

Harits
menuturkan, kejadian represifitas 
terjadi lagi ketika  diskusi
tentang kebebasan akademik yang diselenggarakan BEM  Unnes dan bebererapa komunitas  diminta bubar oleh
Wakil Dekan bersama
polisi Intel dan TNI. Namun, saat itu mahasiswa tetap menjalankan diskusi.
Karena mereka beranggapan bahwa diskusi yang dilakukan masih dalam tahap ranah
memperkaya ilmu dan tidak menyebarkan paham yang menyimpang.


Harits juga
menceritakan kriminalisasi yang menimpa dirinya, terjadi ketika dia memposting pembuatan piagam penghargaan (
piagam sindiran soal Uang Kuliah Tunggal (UKT)) untuk Menristekdikti dengan didasari atas kajian mahasiswa Unnes.
Setelah melakukan perbuatan tersebut,
dia  dikriminalisasi dengan dihadapkan
pada dua permasalahan yakni tim kode etik Unnes dan  pihak kepolisian.

Dokumentasi gambar : suara merdeka.com

Tekanan yang
menimpa dirinya bertambah ketika orang tuanya yang berada di rumah (Cilacap),
dipanggil secara tiba-tiba oleh pihak kampus untuk menemui Dekan pada tanggal 2
Agustus 2017. Karena tidak adanya pilihan lain dan atas permintaan orang tua,
dia menandatangani surat permintaan maaf kepada Rektor Unnes.

Selang beberapa
hari kemudian, dia beserta kedua orangtuanya diundang kembali oleh Rektor Unnes
dalam acara coffe morning. Ia menjelaskan
kalau acara itu sebenarnya dibuat untuk menggiring opini publik, bahwa yang
bersalah adalah mahasiswa.

“Saya menganggap bahwa
permintaan maaf itu adalah ketika rektor, dalam hal ini menganggap apa yang
saya lakukan adalah salah, maka saya minta maaf. Tetapi saya menganggap
bahwa perlakuan atau perbuatan saya itu tidak bersalah” ujarnya.

Harits
menambahkan, semenjak adanya kasus yang menimpa dirinya, dalam Penerimaan
Mahasiswa Baru (PMB) Unnes terdapat penambahan materi etika bermedia sosial,
untuk membuat mahasiswa diam.



Sependapat
dengan itu, Mahesa Althof Prakasa, mengatakan untuk mengajak mahasiswa baru
peduli dengan kondisi kampus. Dengan mengatur buku biru yang telah disusun oleh
bagian PSDM (Pengabdian Sumber Daya Manusia) himpunan dan juga BEM tiap
fakultas.

“Buku biru itu
mengatur kemahasiswaan, kaderisasi, jadi termasuk didalamnya PMB.
Materi-materinya apa saja, bagaimana teknik menyampaikannya, medianya apa,
bahkan sampai ice breakingnya sampai didiskusikan,”ucapnya

Senada dengan
itu, Jonris P.Nainggolan, Kepala Divisi Kaderisasi BEM Undip menuturkan, di
tahun ini terdapat penambahan materi dalam buku panduan kaderisasi, yakni
dengan memasukkan kaderisasi politik.

 “Tahun ini buku panduan kaderisasi kita revisi
dan saya bertekad untuk buku panduan kaderisasi kita masukkan kaderisasi
politik,” ucapnya.

Jonris
menuturkan dengan adanya kaderisasi politik ini, harapannya membuat mahasiswa
baru diperbolehkan diajak untuk mengkritisi kebijakan yang ada di kampus.

“Di buku panduan
kaderisasi sudah diatur bahwa dikaderisasi politik kepada mahasiswa baru kita
boleh masuk ke sana, untuk mengenai politik-politik, mengenai kebijakan kampus,
mengenai kebijakan organisasi, mengenai kebijakan birokrasi, kita bebas untuk
melaksanakan itu di Undip,” tambahnya. 



(HW/Ulil)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top