Dok. AJI Jakarta |
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam tindak kekerasan yang dilakukan oleh sebagian massa aksi terhadap jurnalis yang melakukan liputan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (13/9/19).
Dalam siaran pers AJI Jakarta menduga ada upaya pembiaran dari aparat kepolisian yang berjaga di lokasi.
Pada Jumat (13/9) siang hari, sekelompok massa yang mengatasnamakan diri sebagai Himpunan Aktivis Indonesia serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan NKRI mendatangi gedung KPK, di jalan H. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka menyampaikan aspirasi mendukung atas terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru. Mereka juga menyebut revisi UU KPK sebagai bentuk penguatan lembaga antikorupsi itu.
Aksi demonstrasi itu awalnya berjalan tertib, kemudian berubah menjadi rusuh sekitar pukul 14.30 WIB.
Puluhan massa aksi dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan NKRI memaksa masuk menerobos halaman gedung KPK, lalu membakar sejumlah karangan bunga yang sebelumnya dikirimkan oleh aktivis antikorupsi dan wadah pegawai KPK. Mereka juga memaksa ingin mencopot kain hitam yang menutup simbol KPK.
Dilansir dari siaran pers AJI Jakarta, salah seorang korban kekerasan, kameramen dari Beritasatu.com, Rio Comelianto menceritakan, jurnalis yang bertugas di gedung KPK mengalami intimidasi fisik secara langsung.
Sejak kericuhan terjadi, Press Room jurnalis yang berada tepat di samping ruang lobi KPK, dilempari batu dan bambu oleh massa aksi.
“Kami benar-benar jadi sasaran. Dilarang meliput dan ambil gambar,” kata Rio.
Demi mengamankan diri, beberapa jurnalis ada yang tetap berada di dalam Press Room. Sebagian jurnalis lainnya menghindari daerah sekitar Press Room.
Lalu, ketika salah seorang massa aksi memaksa untuk melepaskan kain hitam penutup simbol KPK, Rio dan seorang reporter Beritasatu.com mencoba untuk meliput kejadian tersebut namun ia mendapat kekerasan fisik.
“Kami dihalang-halangi. Reporter saya dipukul, saya dicakar. Kamera saya disenggol dan sempat jatuh ke tanah,” kata Rio.
Beberapa jurnalis lainnya juga mengalami hal serupa. Tripod salah seorang jurnalis Kompas TV bahkan sampai rusak.
“Kami menyayangkan, polisi terkesan membiarkan tindak kekerasan. Pelaku dibiarkan lepas begitu saja. Polisi bahkan menghimbau kami agar jangan ambil gambar,” tutur Rio.
Adapun pernyataan Erick Tanjung, selaku Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta yang mengecam tindakan menghalang-halangi kerja peliputan yang melanggar pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tegas menyatakan bahwa jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Kerja-kerja jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik,” kata Erick.
Selain itu, pasal 18 UU Pers juta menegaskan, bahwa: “Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan menghambat atau menghalangi upaya media untuk mencuri dan mengolah informasi, dapat dipidana dengan pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.”
Reporter: Airell
Penulis: Airell
Editor: Qanish