
Kamis, (31/03) Aliansi Solidaritas Untuk Wadas (ASUW) Semarang bersama buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam “Rakyat Jawa Tengah Menggugat” berdemonstrasi di depan kantor gubernur Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Aksi tersebut merupakan respons atas sikap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang tidak kunjung menjawab tuntutan massa aksi pasca berdialog Rabu, (22/3/22) lalu.
Aksi dimulai sekitar pukul 13.30 WIB dengan long march dari kampus Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan. Aksi diisi orasi dan pembacaan puisi oleh berbagai massa aksi di atas mobil komando sambil diselingi nyanyian lagu perjuangan.
Sebelumnya pada aksi Rabu (22/3/22) lalu, ASUW membawa lima tuntutan dalam bentuk nota kesepakatan. Berkas tersebut diserahkan langsung pada Ganjar ketika berdialog dengan massa aksi untuk ditandatangani sebagai bentuk komitmen Ganjar menerima kelima tuntutan. “Tapi sayangnya tidak ditandatangani, tidak diakomodir, dan bahkan [berkas] tidak dikembalikan ke massa aksi dan sekarang berkas itu masih ada di Ganjar,” ujar Rahmatullah Yudha Welita, koordinator lapangan aksi.
Bahkan, lanjut Yudha, sebelum aksi pada Rabu (22/3/22) lalu ASUW telah berkali-kali menuntut Ganjar Pranowo soal permasalahan Desa Wadas melalui jalur litigasi dan nonlitigasi. “Tetapi pada kenyataannya tidak diakomodir sama sekali,” katanya.
Kali ini, massa aksi membawa 6 tuntutan, di antaranya:
- Memerintahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk menghentikan rencana penambangan di Desa Wadas;
- Memerintahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk mengeluarkan Desa Wadas dari Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bendungan Bener;
- Memerintahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk menghentikan segala bentuk represifitas di Desa Wadas dengan mendesak Kapolda Jawa Tengah agar menarik mundur seluruh aparat dan mengusut tuntas dalang di balik peristiwa 8 Februari 2022 lalu;
- Hentikan intimidasi, represifitas, dan segala bentuk kekerasan aparat terhadap warga negara;
- Hentikan pembangunan yang mengabaikan dampak pada kerusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup rakyat, dengan dalih kepentingan umum, terkhusus di Jawa Tengah;
- Cabut Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang UMK tahun 2022 di 35 kabupaten/kota yg berdasarkan UU Cipta Kerja
Terkait framing yang sempat disematkan pada warga Wadas bahwa pihak luar yang memprovokasi untuk menolak tambang, Azam, salah satu warga Wadas menampik hal tersebut. Ia menegaskan bahwa penolakan ini sedari awal telah dilakukan oleh warga sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain. “Jadi sama sekali tidak benar ketika warga ini dimasuki pemahaman-pemahaman penolakan pertambangan,” tegas Azam.
Meskipun, lanjut Azam, seiring waktu warga Wadas membutuhkan dukungan pihak lain demi memperkuat gerakan untuk menggagalkan penambangan batu Andesit di Wadas. “[Seiring] berjalannya waktu kami [memang] membutuhkan para akademisi untuk mendukung perjuangan kita,” tambahnya.
Terkait aktivitas aparat kepolisian yang masih berlangsung hingga sekarang di Desa Wadas, Aulia Hakim perwakilan KSPI Jateng berharap pihak kepolisian menyudahi aktivitas intimidatif mereka. “Saya berharap juga dari pihak aparat Jawa Tengah tolong sudahi, tidak perlu memakai intimidasi,” ujar Aulia.
Ia juga menyoroti imbas pengesahan Undang-Undang Omnibus Law yang merugikan rakyat Indonesia. Pengesahan undang-undang terebut ia sebut sebagai “perselingkuhan penguasa dengan oligarki”. “[Oleh karena itu] kalau tidak bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyat Jawa Tengah, berikan mereka kemampuan untuk bertahan mengelola lingkungan mereka,” keluhnya.
Aksi ditutup dengan penggembokan gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah dan pemasangan banner yang dilakukan massa aksi sebagai simbol mosi tidak percaya terhadap Ganjar Pranowo. “Tidak ada harapan, karena hari ini kita benar-benar tidak percaya lagi kepada Ganjar,” pungkas Yudha.
Reporter: Juno
Penulis: Juno
Editor: Rilanda