
Permasalahan mengenai aborsi memang akan selalu menjadi perdebatan tiada akhir di kalangan masyarakat. Beberapa pihak melihat aborsi dari sudut pandang bayi yang dikandung, sementara pihak lain melihatnya dari sudut pandang sang ibu. Contohnya seperti yang terjadi di Amerika Serikat, di negara ini isu aborsi sangatlah sensitif, terlebih setelah mereka mengubah peraturan aborsi mereka belum lama ini
Adriana Smith (31) adalah wanita asal Georgia, Amerika Serikat yang dinyatakan mati otak saat baru mengandung delapan minggu pada Februari 2025. Menurut keterangan keluarga Smith, rumah sakit telah memasang alat bantu medis di tubuh Adriana sebagai upaya mempertahankan kehidupan janinnya. Pihak rumah sakit tidak bisa melakukan aborsi karena undang-undang ketat tentang aborsi di Georgia
Undang-undang anti-aborsi Georgia sendiri melarang aborsi untuk usia kehamilan di atas enam minggu. Janin pada usia tersebut dianggap sudah memiliki hak kehidupan, oleh karenanya aborsi dilarang dilakukan. Dalam wawancara dengan stasiun TV lokal (11Alive) Newkirk, ibu dari Adriana menyatakan keresahannya. Ia mengatakan bahwa setiap wanita harus memiliki hak untuk membuat keputusan atas tubuhnya, jika tidak maka keputusan diberikan pada pasangan atau orang tua mereka
Kabar terbaru, pada 13 Juni 2025 bayi Adriana Smith berhasil dilahirkan melalui operasi caesar darurat. Bayi tersebut memiliki berat sekitar 0,8 kg dengan jenis kelamin laki-laki dan diberi nama Chance. Saat ini Chance sedang dalam perawatan intensif oleh pihak rumah sakit.
Meski bayi tersebut berhasil lahir dengan selamat tetapi kasus ini justru semakin memisahkan masyarakat Amerika yang berbeda pandangan. Di Amerika Serikat, isu aborsi bukanlah sesuatu yang sepele atau biasa. Isu ini adalah isu kompleks yang sudah membagi pandangan masyarakat sejak masa lampau. Bahkan, isu aborsi adalah salah satu isu penting dan kontroversial dalam kampanye Amerika Serikat tahun 2024.
Di Amerika Serikat mereka yang pro aborsi disebut Pro Choice, kelompok ini memandang aborsi sebagai hak perempuan dan kebebasan individu. Sedangkan kelompok yang anti aborsi disebut Pro Life, kelompok ini yakin bahwa setiap kehidupan itu berharga, termasuk janin yang baru saja terbentuk.
Pandangan Trump Terhadap Aborsi
Dalam kampanye pemilihan presiden, Donald Trump menyatakan bahwa isu aborsi seharusnya diserahkan pada masing-masing negara bagian dan tidak lagi dilindungi oleh konstitusi (nasional). Berbanding terbalik dengan Trump, Kamala Harris mendukung penuh hak aborsi untuk wanita. Kamala mengingatkan hak aborsi bisa terancam jika Donald Trump terpilih. Dirinya juga menyinggung kejadian dua tahun sebelumnya yang berkaitan dengan hak aborsi.
Diketahui pada 24 Juni 2022, Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat telah membatalkan putusan yang telah 50 tahun digunakan untuk melindungi hak aborsi di Amerika Serikat. Putusan itu yaitu Roe v. Wade yang menetapkan hak konstitusional untuk aborsi di Amerika dan berlaku sejak tahun 1973. Keterlibatan Donald Trump dalam pembatalan putusan Roe v. Wade tersebut adalah dengan menunjuk tiga hakim konservatif untuk menjadi hakim MA. Ketiga hakim itulah yang membantu meloloskan keputusan untuk mengakhiri putusan Roe v. Wade.
Donald Trump dengan bangga mengakui bahwa ia adalah pahlawan yang berhasil mengakhiri Roe v. Wade. Terlihat dari cuitannya di X pada 17 Mei 2023.
“After 50 years of failure, with nobody coming even close, I was able to kill Roe v. Wade, much to the ‘shock’ of everyone, and for the first time put the Pro Life movement in a strong negotiating position over the Radicals that are willing to kill babies even into their 9th month, and beyond. Without me there would be no 6 weeks, 10 weeks, 15 weeks, or whatever is finally agreed to. Without me the pro Life movement would have just kept losing”
Pernyataan bangga Donald Trump tersebut sontak memicu kemarahan masyarakat Amerika yang pro aborsi. Banyak desakan ditujukan untuk mengembalikan putusan Roe v. Wade sebagai acuan hak aborsi. Bahkan di X banyak tagar bermunculan sebagai respon atas cuitan Trump itu. Meski Donald Trump masih melegalkan aborsi untuk tiga hal yaitu kesehatan sang ibu, pemerkosaan, dan inses, Trump dianggap sudah mengambil hak wanita atas tubuh dan kehidupan mereka.
Menariknya, pernyataan Donald Trump sedikit berubah beberapa waktu kemudian. Dirinya yang di awal dikira akan mendukung Pro Life movement justru mengatakan bahwa isu hak aborsi sebaiknya diserahkan ke masing-masing negara bagian. Pernyataan ini menimbulkan kekecewaan beberapa pihak karena Trump tidak menciptakan undang-undang anti-aborsi nasional. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa isu ini hanya dijadikan alat politik oleh pemerintah.
Peraturan Aborsi di Amerika Serikat
Bagaimana sebenarnya peraturan mengenai aborsi berjalan di Amerika Serikat? Akar permasalahan dalam kasus Adriana ini adalah peraturan Georgia LIFE Act yang berisi larangan aborsi untuk kehamilan diatas enam minggu jika terdeteksi detak jantung pada bayi. Peraturan ini pada awalnya tidak berlaku pada saat Roe v. Wade masih diterapkan. Namun, setelah Roe v. Wade dibatalkan oleh MA Amerika maka peraturan ini mulai diberlakukan.
Lantas apakah itu Roe v. Wade yang menjadi dasar hak aborsi Amerika selama 50 tahun itu?
Sejarah ini bermula pada tahun 1969, seorang wanita bernama Norma McCorvey dengan nama samaran “Jane Roe” menentang larangan aborsi di Texas. Norma yang saat itu sedang mengandung anak ketiganya ingin melakukan aborsi tapi niatnya terhalang oleh peraturan anti-aborsi Texas.
Seorang hakim wilayah Dallas County, Texas tempat Roe tinggal bernama Henry Wade adalah orang yang mempertahankan larangan aborsi tersebut. Dari situlah kasus tersebut diberi nama Roe versus Wade. Kemudian pada tahun 1973, MA mengadakan persidangan untuk menentukan hak aborsi. Hasilnya tujuh hakim menyetujui hak aborsi dan dua menolak. Para hakim berpendapat larangan aborsi tersebut bertentangan dengan amandemen ke-14 konstitusi AS mengenai “hak atas privasi”.
Roe v. Wade menciptakan sistem trimester untuk mengatur aborsi di Amerika Serikat
- Trimester pertama: negara tidak boleh melarang dan campur tangan dalam aborsi.
- Trimester kedua: negara boleh mengatur prosedur aborsi sebagai perlindungan kesehatan ibu hamil, tetapi tidak boleh melarang aborsi.
- Trimester ketiga: negara boleh mengatur atau melarang aborsi untuk melindungi kesehatan sang ibu atau menjaga kehidupan janin, karena pada masa ini janin bisa hidup di luar rahim. Tetapi negara tidak boleh mengkriminalisasi aborsi yang dilakukan untuk melindungi kesehatan sang ibu.
Perjalanan hak aborsi AS tak berhenti sampai di sana. Pada putusan Planned Parenthood v Casey pada tahun 1992, negara menjadi lebih leluasa untuk mengatur hak aborsi. Sistem trimester dihapuskan dan diganti dengan viabilitas janin, yaitu saat janin dapat hidup di luar rahim. Negara boleh mengatur aborsi sebelum viabilitas, asal tidak menimbulkan “undue burden” atau beban tidak semestinya bagi perempuan.
Sayangnya, dua putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh MA AS pada Juni 2022 karena MA mendukung larangan aborsi 15 minggu di Mississippi. Putusan itu dikenal dengan nama Dobbs v. Jackson Women’s Health Organization. Keputusan ini menghapuskan perlindungan konstitusional terhadap hak aborsi dan mengembalikannya ke kewenangan negara bagian.
Putusan ini memunculkan berbagai reaksi masyarakat dan memicu perdebatan. Kelompok Pro Life menyambut baik putusan tersebut karena menganggap Roe v. Wade adalah suatu yang salah sejak awal diputuskan. Di sisi lain, kelompok Pro Choice menilai ini sebagai kemunduran akan hak perempuan dan kebebasan individu.
Dengan dikembalikannya putusan ke setiap negara bagian tentunya akan ada perbedaan yang sangat besar mengenai hak aborsi. Beberapa negara bagian langsung melarang total aborsi termasuk jika itu hasil pemerkosaan dan inses, sementara beberapa lainnya justru melindungi hak aborsi. Situasi ini membuat orang-orang harus melakukan perjalanan jauh agar mereka dapat melakukan aborsi.
Kasus Serupa dengan Akhir Berbeda
Kasus yang dialami Adriana Smith ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Kasus serupa sudah beberapa kali terjadi sebelumnya dengan penyelesaian yang berbeda setiap kasus. Tak hanya Amerika Serikat yang mengalami hal ini, di Irlandia kasus serupa juga terjadi.
Kasus PP v. HSE (2014) dan Savita Halappanavar (2012) adalah dua kasus terkait aborsi yang pernah menggemparkan masyarakat Irlandia. Karena pengaruh agama yang kuat, Irlandia melarang keras aborsi. Seperti yang tertera dalam amandemen kedelapan Irlandia yang melarang aborsi karena hak atas kehidupan janin. Namun, kasus-kasus aborsi tersebut meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa larangan aborsi yang ketat dapat menyebabkan kasus kompleks dan tidak manusiawi.
Menariknya pada tahun 2018 Irlandia mengadakan referendum untuk menentukan aturan aborsi, hasilnya 66% suara memberikan dukungan atas hak aborsi. Irlandia kemudian melegalkan aborsi hingga kehamilan 12 minggu, atau dalam kondisi di mana ada risiko bagi bayi yang akan dilahirkan maupun membahayakan kesehatan wanita hamil. Aturan ini juga berlaku dalam kasus kelainan janin yang dapat menyebabkan kematian calon bayi.
Referendum yang terjadi di Irlandia ini membuktikan kasus-kasus tersebut bisa mengubah hukum aborsi yang ada. Seharusnya Amerika Serikat juga mempertimbangkan untuk menyesuaikan hukum aborsi mereka untuk kasus spesial seperti Adriana Smith, karena seperti yang terlihat, kasus di mana sang ibu meninggal tetapi dipaksa mempertahankan janinnya ini terus terjadi. Yang sangat disayangkan dalam hal ini adalah tindakan tersebut dilakukan tanpa persetujuan pihak keluarga. Jika sang ibu sudah meninggal, maka hak atas kehidupan janin tentunya berpindah pada pihak keluarga.
Melakukan tindakan ekstrem seperti itu tanpa memberikan pilihan pada pihak keluarga tentunya akan menambah kesedihan yang sudah ada. Mereka tidak bisa memakamkan keluarganya dengan layak dan harus melihatnya terbaring kaku di ranjang rumah sakit. Negara selain mengambil hak wanita atas tubuhnya, juga menciptakan situasi di mana tubuh wanita masih dikontrol oleh hukum bahkan setelah kematiannya.
Hukum aborsi yang diterapkan di Amerika ini memang bertujuan untuk menekan angka aborsi yang tinggi di negeri itu, sekaligus melindungi nyawa sang janin. Namun dalam penerapannya seharusnya ada kelonggaran untuk kasus tertentu seperti yang terjadi pada Adriana dan yang lain. Dengan teknologi yang belum semaju itu, mempertahankan janin pada tubuh wanita yang sudah dinyatakan mati tentunya beresiko. Resiko yang terjadi tidak hanya kecacatan tetapi juga bisa rentan terhadap kematian.
Dilansir dari Journals of Ethics oleh American Medical Association (AMA), Kasus langka seperti ini bisa dianggap melanggar prinsip etika medis yaitu otonomi tubuh pasien. Tidak melibatkan pihak keluarga adalah salah satu bentuk pengabaian terhadap otonomi tubuh pasien. Dijelaskan juga bahwa memaksakan tindakan untuk menjaga kehidupan janin juga membuat wanita hanya dijadikan alat biologis demi janin yang bahkan belum tentu bisa hidup.
Penelitian yang dimuat dalam jurnal AMA tersebut menyebutkan ada 30 kasus serupa antara tahun 1982 hingga 2010, dengan hanya 12 bayi yang dapat terlahir dan melewati masa neonatal (28 hari pertama). Dalam jurnal tersebut pun disebutkan rata-rata usia kehamilannya adalah 22 minggu, di mana mendekati masa viabilitas bayi. Life Support atau memberi bantuan pada janin yang ibunya mengalami mati otak seharusnya dilakukan jika janin tersebut sudah berada di masa viabilitas karena kemungkinan hidup sang janin yang lebih tinggi.
Kasus ini adalah bentuk dari terbatasnya kebebasan seorang wanita. Kasus Adriana ini bukan hanya sekadar kebijakan aborsi, tetapi pembatasan dan pemaksaan hukum kepada wanita, bahkan setelah ia meninggal. Seseorang yang seharusnya beristirahat dengan tenang tetapi tubuhnya masih dimanfaatkan.
Kasus Adriana Smith mencerminkan bagaimana hukum bisa membatasi kebebasan perempuan, bahkan setelah kematian. Ini bukan hanya mengenai kebijakan aborsi, melainkan tubuh perempuan yang dikontrol oleh negara dan diperlakukan sebagai alat biologis. Seseorang yang seharusnya telah beristirahat dengan damai justru diperlakukan tidak manusiawi dan tidak dihormati. Semoga keputusan medis kembali berada di tangan keluarganya, tanpa paksaan hukum tak beretika dan tak bermoral.
Referensi :
BBC News Indonesia. (2022, June 25). Roe vs Wade: Hak aborsi di AS, mengapa terus-menerus memicu pro dan kontra? BBC News Indonesia. Roe vs Wade: Hak aborsi di AS, mengapa terus-menerus memicu pro dan kontra? – BBC News Indonesia
Britannica. (n.d.). Roe v. Wade: Summary, origins, right to privacy, & overturning. Britannica. https://www.britannica.com/event/Roe-v-Wade
Cawthon, Graham. (2025, May 16). Georgia heartbeat abortion law explained. WJCL. https://www.wjcl.com/article/georgia-heartbeat-abortion-law-explained/64792638
Henneberg, C. (2025, June 14). The Adriana Smith case was an ethical disaster. The Atlantic. https://www.theatlantic.com/health/archive/2025/06/adriana-smith-fetal-personhood-medical-ethics/683297/
Justice Party USA. (2025, April 12). Perubahan UU aborsi dan reaksi sosial di Amerika. Justice Party USA. Perubahan UU Aborsi dan Reaksi Sosial di Amerika – Justice Party USA
Kapur, Sahil. (2023, May 17). Trump was able to kill Roe v. Wade. NBC News. https://www.nbcnews.com/politics/donald-trump/trump-was-able-kill-roe-v-wade-rcna84897
Kekatos, Mary. (2025, June 20). A pregnant brain-dead woman in Georgia was kept on life support. Experts say it raises ethical, legal questions. ABC News. https://abcnews.go.com/Health/pregnant-brain-dead-woman-georgia-life-support-experts/story?id=122963319
Reditya, T.H. (2022, July 11). Roe v. Wade dan lika‑liku hukum aborsi AS. Kompas.com. https://internasional.kompas.com/read/2022/07/11/190000470/roe-v-wade-dan-lika-liku-hukum-aborsi-as?page=all
Slisco, Alia. (2023, April 9). Trump shifts from ‘pro-life’ champ to say Roe solely about ‘states’ rights’. Newsweek.
Trump Shifts From ‘Pro-Life’ Champ to Say Roe Solely About ‘States’ Rights’ – Newsweek
Sparling, D. (2020). Should a patient who is pregnant and brain dead receive life support despite objection from her appointed surrogate? AMA Journal of Ethics, 22(12), E1004–E1009. https://doi.org/10.1001/amajethics.2020.1004
Utomo, H. F. S. (2018, December 15). Parlemen Irlandia resmi melegalkan praktik aborsi. Liputan6.com. https://www.liputan6.com/global/read/3814528/parlemen-irlandia-resmi-melegalkan-praktik-aborsi?page=2
Penulis: Arya
Editor: Diaz