
Rentetan demonstrasi sesudah tewasnya pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan pada Kamis (28/8/2025) terus berlangsung di berbagai daerah. Aksi serupa kemudian berlangsung pada hari Jumat hingga sabtu (29-30/8/ 2025).
Namun, lambatnya Tanggapan hingga tiadanya permintaan maaf dari pemerintah, khususnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri), atas insiden yang terjadi kembali mendorong terjadinya demonstrasi berikutnya.
Demonstrasi bertajuk Aksi Solidaritas Pembebasan Massa Aksi dan Doa Bersama dilaksanakan di Lapangan Simpang Lima pada hari Senin (1/9/2025). Aksi ini diinisiasi dan diikuti oleh berbagai pihak mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Semarang Raya hingga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Semarang.
Dalam keberjalanannya, terdapat 10 tuntutan yang diajukan oleh massa aksi kepada perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) yakni:
- Menuntut keadilan untuk Affan Kurniawan dan Rheza Sendy. Mengadili seluruh pelaku yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat.
- Mendesak institusi kepolisian untuk evaluasi sepenuhnya terhadap Kapolri dan Kapolda Jateng untuk bertanggung jawab atas kegagalannya melindungi warga sipil.
- Menuntut pembebasan tanpa syarat seluruh massa aksi yang telah dikriminalisasi.
- Menuntut presiden segera menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) yang menjamin penanganan demokrasi dan demonstran secara manusiawi.
- Menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis, pers mahasiswa, saat meliput dan juga tenaga medis saat bertugas pada waktu aksi massa.
- Mendesak pengesahan secara secepat (gamblang) Rancangan Undang-undang Perampasan Aset untuk memberikan efek jera bagi para koruptor.
- Menuntut adanya evaluasi secara total dan penurunan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga DPRD Kabupaten Kota yang tidak sebanding dengan kinerjanya secara transparan.
- Mendesak dibuatnya regulasi yang mengatur mekanisme fit yang ketat dan transparan bagi calon anggota legislatif.
- Menuntut dengan segera revisi Undang-Undang Pemilu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/ PUU-XXII/2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal sebagai perbaikan pemilu dari sisi penyelenggaraan hingga peserta.
- Menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan aparat penegak hukum dinilai telah melenceng dari cita-cita reformasi.
Harapannya, sepuluh tuntutan tersebut diteruskan kepada DPR dan Presiden Republik Indonesia (RI). Sayangnya, Adam Firdaus, salah satu massa aksi, kecewa sebab tidak hadirnya perwakilan dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) di sana.
Meskipun tidak adanya perwakilan dari Polda Jateng yang hadir pada aksi hari Senin (1/09/2025), proses dialog dan penyampaian tuntutan berjalan lancar, sehingga mendapatkan angin segar dari perwakilan DPRD dan Gubernur Jateng. Mereka berjanji akan menyampaikan aspirasi massa aksi kepada jajaran DPRD dan diteruskan hingga DPR RI.
Wakil Ketua DPRD Jateng Muhammad Saleh mengapresiasi dan menerima tuntutan yang disampaikan oleh massa aksi dari berbagai organisasi. Saleh berjanji bahwa DPRD Jawa Tengah melalui Komisi terkait akan mengirimkan surat dan tuntutan tersebut kepada DPR RI.
“Intinya kami diminta untuk responsif terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, baik di Semarang maupun di Jawa Tengah,” ujar Saleh.
Keterbukaan sikap dari perwakilan DPRD dan Gubernur Jawa Tengah diapresiasi oleh Kepala Bidang Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Pendidikan (PTKP) HMI Semarang Eka Mulyo Yunus. Eka mengapresiasi kesediaan DPRD mendengarkan tuntutan dari massa aksi yang resah dengan kondisi negara saat ini, dia berharap agar semua permasalahan segera dituntaskan.
Eka juga meminta DPRD Jawa Tengah agar membantu membebaskan para demonstran yang ditangkap oleh Polda Jateng sejak hari Senin (25/8/2025).
”Kami minta juga komitmennya untuk mengawal teman kami yang menjadi tahanan kota enam orang dari mahasiswa Undip, Unimus, dan UNNES agar mereka bisa secepatnya dibebaskan,” terang Eka.
Reporter: Irsyad
Penulis: Irsyad
Editor: Alena