
Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) menggelar pagelaran ketoprak dalam rangka Dies Natalis FIB ke-60 berjudul Ande-Ande Lumut yang disutradarai oleh K.R.A. Andy Pramono dan Laura Andri selaku pimpinan produksi, pada Jumat (17/10/2025) di Gedung Serba Guna (GSG) FIB
Laura mengatakan alasan memilih untuk mementaskan “Ande-Ande Lumut” berawal dari tugas mahasiswa terkait dengan pementasan ketoprak. Hal ini karena sebelumnya banyak mahasiswa kurang memahami isi cerita dari pementasan ketoprak. Selain itu, mahasiswa juga banyak yang tidak paham bahasa Jawa. Oleh karena itu, Laura memilih Ande-Ande Lumut karena memiliki cerita yang cenderung sederhana.
“Tahun ini saya mencoba mengambil tema Ande-Ande Lumut karena Ande cerita yang sederhana dan cukup dikenali masyarakat. Sehingga teman-teman yang tidak paham bahasa Jawa bisa menangkap alurnya” ungkap Laura.
Maka dari itu, Laura berpesan khususnya kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya untuk tidak hanya belajar hal yang bersifat akademik saja, namun juga melakukan konservasi atau pelestarian di bidang ilmu budaya.
“Kita sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, fakultas humaniora punya kewajiban. Siapa lagi kalau bukan kita? Masa kedokteran, masa ke ekonomi ya kan?” kata Laura.
Di sisi lain, Laura mengatakan bahwa jadwal latihan merupakan tantangan terbesar yang harus dihadapi, dikarenakan kesibukan para dosen. Sehingga, jadwal latihan dilakukan pada malam hari. Selain itu, Laura juga menambahkan jika tim kesenian Sri Mulyo tidak terlalu intens seperti tahun sebelumnya.
“Sri Mulyo juga tidak begitu intens seperti dahulu gitu, semangat berkeseniannya. Saya nggak tahu mungkin ada masalah di dalam internal mereka. Sehingga agak susah bagi saya untuk mengajak mereka kembali berkesenian seperti tahun-tahun kemarin” imbuh Laura.
Fatima Matari Cerah, mahasiswa sastra Indonesia angkatan 2024 Undip mengaku memutuskan untuk menonton ketoprak Ande-Ande Lumut sebagai tugas Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Pengkajian Drama Bahasa Indonesia. Ketika ditanya terkait dengan pandangannya setelah menonton ketoprak, Fatima mengaku kurang mengerti bahasa Jawa yang dibawakan selama pentas. Namun, menurutnya pesan yang ingin disampaikan sudah tersampaikan dengan baik.
“Walau aku enggak ngerti bahasanya (jawa –red) cuman menurutku pesan dan hal yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan baik. Kita jadi tahu macam-macam budaya, karena aku enggak tahu banget budaya Jawa, tapi dari ketoprak aku jadi tahu banyak,” ungkap Fatima.
Hal yang sama juga disampaikan Alya Nabila Mumtaz, mahasiswa sastra Indonesia Angkatan 2024 asal Serang, Banten. Ia mengatakan baru mengetahui adanya seni pertunjukan ketoprak di bangku kuliah. Meski mengaku tidak k terlalu mengerti bahasa Jawa, dia terkesan dengan musik gamelan yang ditampilkan.
“Aku tidak mengerti sama bahasanya, tapi aku terkesan sama gamelannya, Jadi walaupun enggak mengerti bahasanya, tapi masih bisa menikmati dari segi musinyak” ungkap Alya
Reporter: Diaz, Damar, Sipolo, dan Lia
Penulis: Diaz
Editor: Cattleya