Oleh: Hendra Friana
DISOROT lampu terang, delapan perempuan mengenakan hanbok muncul dari balik panggung. Diikuti delapan laki-laki berkemeja hitam dengan dasi ungu terjuntai di kerahnya, mereka membentuk tiga banjar: empat-empat-delapan—perempuan di tengah dan depan, laki-laki di belakang.
Seorang dirigen bertubuh sintal telah lebih dulu berada di panggung itu. Berdiri membelakangi penonton, perlahan ia mengayunkan kedua tangannya. Sejurus kemudian suara sopran, alto, tenor, dan bass mengalun bersamaan. “Onara onara aju ona, Gadara gadara azulgrana, Nanari daryeodo mot nonani, Aniri aniri ani none.”
Untuk pertama kalinya, sejak diresmikan sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (sekarang Unit Pelaksana Kegiatan) di Fakultas llmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip) pada tahun 2011, Paduan Suara Mahasiswa Gita Bahana Arisatya (GBA) menggelar acara mini konsernya. Sejak pukul 18.30 sampai pukul 21.00, lima lagu dibawakan untuk menghibur penonton yang memadati Ruang Teater Fakultas Ilmu Budaya, minggu, 5 oktober lalu. Acara bertajuk “Diversity in One Symphony” itu dibuka dengan lantunan Onara, lagu tradisional asal korea. Disusul empat lagu lainnya Dorven Dalal, Jaranan, Tekate, dan Tak Tong Tong.
Farhat, ketua GBA, bersimbah keringat seusai membawakan lagu pertama. Bukan gugup, melainkan kegerahan. Suasana dalam ruangan begitu pengap. Ia dan rekan-rekannya tidak menyangka kalau penonton yang hadir akan sebanyak itu. Seratus empat puluh kursi yang disediakan terisi semua. Di luar eskpektasi panitia yang hanya akan terisi seratus kursi.
Ketua panitia, Zahra Arthami Marbun juga menyatakan demikian. “Bahkan, pas di dalam udah penuh, di luar masih ada yang ngantri” katanya. Ia menjelaskan dari semua kursi yang tersedia, dua puluh lima kursi diperuntukkan para undangan, dan sisanya dijual dengan harga tiket pre-sale Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah) serta on the spot Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
Dalam sesi sambutan, Budi Mulyadi, pembina GBA, mengaku bangga dan memberikan apresiasi yang tinggi atas terselenggaranya mini konser tersebut. Apalagi baru-baru ini GBA banyak menyabet penghargaan dalam lomba-lomba yang diikutinya, seperti Juara Dua Festival Paduan Suara se-Jawa Tengah dalam Dies Natalis Undip, Peraih Silver Medal dalam Lomba Satya Dharma Gita National Choir Festival, Juara Tiga dalam Lomba Paduan Suara di Festival BPR MAA, dan lain-lain.
Diselingi beberapa penampilan dari Wadah Musik Sastra (WMS) dan solo vokal Dede (Mc) acara berlangsung nyaris tanpa kendala. “kendalanya sih cuma perlatan yang tiba-tiba mati, tapi alhamdulillah udah bisa lagi sebelum acara dimulai” jelas ketua panitia. Meski begitu, ia mengakui masih adanya kekurangan dalam penyelenggaraan terutama dalam tahap persiapan. Hal itu lantaran dua bulan sebelumnya, GBA sibuk latihan untuk mengikuti Satya Dharma Gita National Choir Festival (SDGNCF) 2015 di Fakulats Hukum Undip. Persiapan secara intensif baru dilakukan dua minggu sebelum hari-H. Jumlah panitia yang hanya sepuluh orang, juga menjadi tantangan sendiri bagi mahasisiwi yang akrab dipanggil Tami ini.
Dinar, salah satu penonton yang hadir pada malam senin itu mengaku senang bisa menyaksikan konser tersebut. Ia datang karena diajak oleh teman satu indekosnya yang juga anggota GBA. Meskipun terlihat adanya beberapa kekurangan, menurutnya, penampilan GBA cukup menghibur. “penampilannya bagus, tapi gimana ya? Mungkin karena ini acara pertama jadi wajar kalau dalam pengemasan ada beberapa kekurangan,” terangnya.
Rencananya, konser semacam ini akan diselenggarakan secara tahunan menjelang open recruitment anggota baru GBA. Tami menjelaskan, acara diselenggarakan bukan sekedar untuk meraup profit dari penjualan tiket, melainkan juga mengenalkan GBA kepada mahasiswa baru, khususnya di FIB. “Kedepan kalau bisa konser besar, bukan mini konser lagi” tandasnya. ***