Noktah Hitam Perjuangan: Sekayu Bersuara Di Tengah Ramainya Dentuman Gas Air Mata

Dok.Hayamwuruk/Khansa

”Mahasiswa adalah rakyat yang memilih untuk bersuara!” – Muhammad Kurniawanto, Warga Sekayu.

Suara azan magrib yang berkumandang menyelimuti Kota Semarang berpapasan dengan riuhnya napas panjang perjuangan. Gerbang Kantor DPRD Kota Semarang masih penuh sesak dengan suara-suara yang berdesakan mencari jalan keadilan, pada Senin 26 Agustus 2024.

Aksi massa yang digelar oleh mahasiswa se-Semarang bersama aliansi masyarakat sipil Jawa Tengah yang tergabung dalam GERAM (Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat) merupakan buntut panjang dari polemik pengawalan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon kepala daerah. 

Tidak hanya itu, aksi ini juga merembet pada kilas jejak peristiwa lain seperti eksistensi dari politik dinasti serta peringatan darurat dari matinya marwah demokrasi.

Ibadah panjang yang berisi suara-suara kebebasan dan aspirasi rakyat ini justru ditanggapi dengan warna-warna pembungkaman, ancaman, serta brutalisme aparat.

Menjelang petang, aparat menembakan meriam air ke arah demonstran dengan dalih peringatan. Tidak hanya itu, aparat juga merepresi pewarta yang tengah mendokumentasikan berjalannya aksi massa. 

Situasi mulai runyam ketika lagi-lagi polisi menembakan gas air mata, disusul dengan aksi pengancaman, penangkapan, pemukulan serta perampasan kendaraan milik demonstran.

Suara dari warga Sekayu

Pemerintah jahat yah, Kak. Ibuku bagaimana, Kak? Beliau sedang jualan didemo,” – Murid Taman Pendidikan Quran (TPQ) Masjid Taqwa Sekayu.

Tidak ada pemandangan baru dari gang-gang sempit di Dusun Sekayu, selain lalu lalang orang-orang beralmamater dengan raut cemas dan sayu serta gerombolan pemuda bercelana abu-abu. Tidak jadi soal, warga Sekayu masih aktif melakukan kegiatan rutinan, seperti salat  berjamaah dan pengajian.

Ketika malam datang, kala itu sekitar pukul 18.30 WIB, kebisingan mulai menyerang dari lalu lalang massa yang semakin tidak beraturan. Satu hal yang dapat warga Sekayu tangkap, para demonstran sedang mencari tempat perlindungan.

Mirna (bukan nama sebenarnya) mengaku, ia mendapatkan informasi dari guru sekolah anaknya bahwa sore nanti akan terjadi demo. Namun, ia tak menyangka bahwa gas air mata akan ia rasakan pula.

Hal yang sama terjadi pada Kurniawanto, ditengah sirkulasi massa ia sibuk merapalkan kata agar warga mencuci muka dan menutup pintu rumah mereka. Ia menyadari betul bahwa gas air mata mulai meracuni udara.

Azan mahrib yang berkumandang mengantarkan gelapnya malam, seolah tak berarti kemenangan. Kiranya anak-anak Sekayu tidak menyangka, ledakan keras yang mereka duga sebagai kembang api mengantarkan mereka pada nafas yang sesak, mata yang pedih, serta kekhawatiran yang mendalam sebab mereka tak tahu bagaimana nasib orang tua mereka.

Tidak ada dosa yang mereka lakukan. Mereka hanya duduk bersila sembari mengeja doa. Sedangkan yang lain mengantri giliran sembari mencuri-curi pandang kepada orang-orang asing yang datang.

Kala itu sekitar pukul 18.30 WIB, menit berlalu setelah gas air mata ditembakkan, banyak dari anak-anak mulai hilang kesadaran. Mukena, sajadah, sarung, hingga kopiah mereka menyerap racun udara. Situasi bertambah darurat ketika gang-gang Sekayu yang sempit mulai padat.

Masjid Taqwa Sekayu ramai dilanda massa, beberapa dari mereka luka-luka. Ditemani dengan riuhnya gemuruh kepanikan, anak-anak masih menangis sesenggukan. Mata yang memerah berkaca-kaca dan jejak pasta gigi dipipi mereka.

”Seharusnya semua sudah ada SOP (Standar Operasional Prosedur)-nya, aparat seharusnya mempertimbangkan keamanan masyarakat. Penembakan gas air mata berulang kali di tengah kota juga merupakan represi yang berlebihan kepada kami dan adik-adik mahasiswa,” jelas Kurniawanto, warga Sekayu.

Dengan wajah yang tenang seusai membagikan minuman kepada para demonstran, Kurniawanto menyalurkan aspirasi dan harapan kepada LPM Hayamwuruk. Menurutnya, tindakan aparat cukup berlebihan. Bagaimanapun kondisi dilapangan, keadaan dan keamanan masyarakat sipil seharusnya diutamakan.

Peringatan darurat! Aparat mulai biadab, demokrasi semakin sekarat. Jadi sebenarnya, siapa yang benar-benar di pihak rakyat?

 

Penulis : Indri
Editor : Fajri, Farhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top