Laut : Kapalku Miring, Karam Terjatuh

Dok. IMDb.com

Informasi Film:
Judul film          : Perayaan Mati Rasa
Tanggal rilis      : 29 Januari 2025
Sutradara          : Umay Shahab, Reka Wijaya
Produser           : Umay Shahab, Imam Salimy
Penulis naskah : Junisya Aurelita, Santy Diliana, Yusuf Jacka
Genre                 : Drama, Musik
Studio                : Sinematic Pictures, Legacy Pictures
Durasi                : 125 menit

Ketika laut yang awalnya tenang menghanyutkan, kemudian tanpa sadar mulai berisik tak keruan mengirimkan gelombang berukuran tinggi menghantam permukaan, dan menggoyangkan semua kapal. Lalu, kapal itu jatuh ke dalam laut, melewati berbagai zona yang menyedihkan, hingga tibalah di sebuah titik, Zona Abisal. Zona laut yang paling dalam, paling gelap, dan paling mengerikan karena tak ada oksigen di dalamnya. Bahkan, sinar matahari sekalipun tak dapat menembusnya. Maka, sudah pasti, kapal yang terjun ke dalamnya akan sulit diselamatkan. Begitu pula, penggambaran manusia jika dihadapkan dengan kehilangan.

Kehilangan menjadi salah satu alasan Umay Shahab melakukan pembuatan film Perayaan Mati Rasa. Dia menuangkan rasa sebuah kehilangan melalui zona pembagian kedalaman laut. Dimulai dari Abisal, Batial, Neritik, dan Litoral yang merupakan gambaran fase manusia menghadapi sebuah kehilangan. Abisal digambarkan dengan kegelapan tak tertembuskan, hingga berakhir di Litoral yang diartikan menjadi rasa penerimaan atas sebuah kehilangan.

Umay membuka film ini dengan peran Ian, sang anak sulung dan Uta, si bungsu, dari keluarga beranggotakan empat kepala. Kakak-beradik ini memiliki passion dan sifat yang sangat berbeda antara satu sama lain. Ian menekuni bidang musik sebagai seorang gitaris sedangkan Uta memiliki ketertarikan di bidang konten kreator sebagai seorang podcaster. Selain memiliki passion yang berbeda, kesuksesan yang diraih pun memiliki deadline yang berbeda pula. Namun ternyata, perbedaan yang ada malah menimbulkan sebuah konflik internal bagi Ian sendiri, yaitu perasaan iri.

Perasaan itu, menjadikan Ian mudah terbakar api cemburu atas segala pencapaian besar adiknya. Terlebih, jika orang tua mereka mulai membicarakan dan memberikan ekspresi bangga. Kejadian ini, menjadikan Ian memiliki ambisi besar untuk setara atau bahkan melebihinya. Ian merasa bahwa dirinya sebagai anak sulung harus lebih sukses dan mapan. Naasnya, ambisi besar itu malah menjadikannya melupakan waktu dengan keluarga. Dan, ketika semuanya sudah seperti yang Ian inginkan, waktu berbalik begitu cepat seperti boomerang yang tak kasat mata. Menjungkirbalikan semua, dan mempertemukan Ian dengan sebuah rasa pahit yang tersiksa, yaitu kehilangan.

Melalui film ini, saya diajak tenggelam bersama dengan linangan air mata akibat suguhan adegan emosional yang terus-menerus disajikan. Terlebih, konflik yang ditonjolkan adalah konflik internal yang dimiliki anak sulung dalam keluarga, dimana kasus ini menjadi related dengan saya sebagai seorang sulung. Namun di lain sisi, karakter Ian yang egois dalam menghadapi setiap masalah juga membuat saya merasakan buih-buih emosi ketika menontonnya di layar lebar.

Film berdurasi 125 menit ini, terasa cukup membosankan untuk ditonton walaupun menyebabkan linangan air mata. Alur yang disajikan terkesan monoton, tidak fresh, dan kurang menarik dalam dunia perfilm-an Indonesia. Ketika menonton film ini, rasa-rasanya kita akan tau tentang rangkaian cerita di dalamnya tanpa ingin menduga, selanjutnya ada apa? Sehingga, tidak ada kesan memikat ataupun ingin menontonnya lagi karena alurnya yang pasaran.

Meskipun alurnya monoton, tetapi tetap dapat memberikan sentuhan emosional tersendiri lewat potongan-potongan adegan kepada penontonnya dan film ini memiliki sinematografi yang apik tanpa banyak pernak-pernik di dalamnya, simple namun indah. Selain itu, film ini dikemas dengan bahasa Indonesia dan sedikit bahasa gaul yang mudah dimengerti oleh seluruh kalangan usia. Uniknya, film ini menyajikan sebuah sudut pandang menarik dari anak pertama dengan berbagai perasaan yang dimunculkan dalam sebagai situasi yang dihadapi olehnya.

Meskipun tokoh utama dalam film Perayaan Mati Rasa merupakan anak sulung, tetapi film ini tetap cocok untuk segala usia karena di dalamnya banyak mengandung pesan moral. Sehingga, lewat film ini, kita dapat banyak belajar tentang arti dari sebuah keluarga, cinta, mimpi yang dikejar, dan kehilangan yang datang tiba-tiba. Jadi, untuk semua manusia yang masih memiliki semuanya dengan lengkap, syukuri apa yang ada. Dan, semua manusia yang pernah dipertemukan dengan kehilangan, semoga semua ikhlas yang diberikan akan terganti pada akhirnya.

 

 

Penulis: Arolla

Editor: Marricy

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top