
Ilustrasi keuangan saat ini telah menjadi aspek penting dalam kehidupan menggantikan sistem tradisional yang dianggap tidak efektif. Uang sendiri telah mulai hilang edar digantikan oleh e-money, yakni alat pembayaran berupa kartu uang elektronik dan/atau bentuk lainnya yang diterbitkan oleh sebuah bank atas dasar nilai uang yang disetorkan terlebih dahulu. Namun, akhir-akhir ini masyarakat dikhawatirkan oleh wacana PPATK tentang pemblokiran rekening yang beredar di media sosial.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau lebih dikenal dengan PPATK menuai kontroversi di masyarakat sebab adanya berita bahwa rekening yang menganggur dalam tiga bulan dianggap sebagai rekening pasif. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak menerima karena rekening tersebut bisa saja masih menyimpan uang tabungan dan memang dimasifkan untuk kemudian hari.
PPATK menyebutkan bahwa pemblokiran ini dijadikan sebagai bahan untuk pencegahan pencucian uang atau judi online. Meski begitu, pihak PPATK telah mengkonfirmasi jika beberapa akun rekening telah dibuka.
Huru-hara ini berhasil menggiring opini masyarakat tentang betapa tidak profesional kepentingan yang ada di pemerintahan. Saya sendiri menganggap jika pemerintah lebih mementingkan rekening yang ‘nganggur’ daripada masyarakat yang masih menganggur. Mereka menyatakan jika lebih baik pemerintah menangani kasus pengangguran yang ada di Indonesia daripada ATM yang dianggap menganggur.
Setelah suara masyarakat diangkat pun, tidak ada pergerakan dari pemerintah terkait hal tersebut selain konfirmasi pembukaan rekening kembali dan membuat penulis bertanya-tanya apa yang membuat pemerintah begitu buta terhadap hal tersebut.
Kesatiran tersebut berlanjut pada pendapat lain masyarakat yang menyebut bahwa upaya pembukaan rekening itu hanyalah formalitas dan uang yang dicairkan mengalir ke sasaran yang salah. Jika kita lihat sekarang, hal tersebut juga memiliki kemungkinan dalam kasus korupsi atau kasus serupa karena tidak ada transparansi dari PPATK ke mana uang tersebut dicairkan. Hal ini juga tidak ditindaklanjuti pemerintah seperti halnya kasus-kasus yang lebih remeh lainnya seperti kasus meme ITB yang segera ditindaklanjuti. Padahal, keuangan merupakan suatu tonggak dalam masyarakat yang sekarang sedang melawan invasi.
Dilansir dari bps.go.id dan id.tradingeconomics.com , kita semua tahu masalah pengangguran di Indonesia berada dalam peringkat teratas di ASEAN dengan mata uang dalam persentase rendah. Artinya, tingkat pengangguran dan pemasukan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Apalagi, tidak ada upaya pemulihan kepercayaan dari pemerintah dalam hal ini.
Namun, PPATK telah menyatakan bahwa masyarakat harus membayar Rp100.000 jika ingin membuka rekening kembali dan blokirannya dibuka. Meskipun begitu, lembaga negara tidak seharusnya terburu-buru dalam menerapkan suatu sistem yang dapat membedakan persepsi masyarakat.
Upaya pemerintah dalam menangani masalah keuangan ini tampaknya tidak terlalu krusial bila dilihat dari masalah-masalah lain yang ada di Indonesia. Seperti halnya pendidikan atau pekerjaan. Masalah pengangguran yang tadi dikaitkan dengan masalah keuangan dari PPATK mengalami masalah serius dengan sistem pencairan dan pemerataan keuangan terutama bagi UMKM.
Membicarakan masalah keuangan, kita bisa melihat kilas balik reformasi tahun 1998 dimana inflasi terjadi dimana-mana dan terjadi hal-hal yang tidak bermoral. Keuangan sekarang apabila tidak segera ditindaklanjuti mungkin akan menjadikan era ini sebagai salah satu zaman pengulangan sejarah yang hanya berpengaruh pada keuangan namun juga pada hal lainnya. Sejauh ini, yang dapat dilakukan pemerintah adalah menuruti apa yang sedang trending di kalangan masyarakat, bukan mencari cara untuk mengatasi hal-hal yang lebih krusial.
Pemerintah seakan mencari muka di depan masyarakat alih-alih memperbaiki sistem internal mereka. Masyarakat sendiri masih sibuk memperdebatkan hal-hal pro dan kontra dari kebijakan-kebijakan tersebut.
Saya pribadi turut prihatin dengan sistem ‘menganggur’ dan ‘pengangguran’ yang terjadi saat ini. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan hal-hal yang lebih penting dan sistem-sistem keuangan negara dengan baik dan struktur sehingga masyarakat sendiri tidak perlu khawatir tentang prosedur ataupun akun rekening mereka yang secara harfiah ada di tangan pemerintah.
Kecacatan pemerintah terhadap sistem keuangan yang kurang transparansi dan kasus-kasus yang mulai bertebaran memperlihatkan dengan jelas betapa hal ini dianggap tak lazim bila kita sebut sebuah pemerintahan. KPK dan lembaga penegak keadilan lainnya bahkan tidak bisa memberikan kepercayaan pada masyarakat terkait sila kelima Pancasila.
Kasus PPATK ini menjadi salah satu contoh yang bisa ditelaah. Meskipun ada tujuan baik dalam pemblokiran rekening yang menganggur, ada baiknya jika pemerintah ikut mempertimbangkan terlebih dahulu langkah-langkah dengan lebih bijak dan menerapkan transparansi dalam sistem yang berkaitan dengan masyarakat.
Saat ini mungkin ada berbagai huru-hara tentang pemblokiran akun ‘nganggur’ yang mengkhawatirkan masyarakat. Namun, kekhawatiran mereka sebenarnya bukanlah hal tersebut, melainkan para pengangguran yang kurang diperhatikan. Banyak sekali kekhawatiran di masyarakat yang dianggap remeh oleh pemerintah. Namun, pemerintah sendiri lebih sibuk mengkhawatirkan sistem-sistem keuntungan pribadi tanpa transparansi.
Penulis: Afis
Editor: Maricy