
Identitas Buku
Judul : Ganjil Genap
Penulis : Almira Bastari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2020
Halaman : 344
ISBN : 9786020638010
Pernikahan dalam sudut pandang sosial dan budaya seringkali dianggap sebagai suatu pencapaian yang harus diraih oleh manusia, khususnya perempuan. Perempuan dianggap sempurna jika sudah menikah, melahirkan, dan membangun keluarga. Umumnya, perempuan lajang di usia matang akan dijuluki dengan “perawan tua” karena dianggap tidak laku, sedangkan laki-laki lajang di usia matang disebut dengan “bujang lapuk”. Namun, konstruksi sosial patriarki cenderung memandang laki-laki memiliki banyak waktu dan kebebasan untuk memilih pasangannya.
Novel Ganjil Genap karya Almira Bastari hadir sebagai cerminan perempuan urban yang dihadapkan dengan stigma usia pernikahan dan ekspektasi keluarga. Novel ini mengisahkan Gala yang putus cinta di usia menjelang 30 tahun setelah menjalin hubungan selama 13 tahun dengan kekasihnya, Bara. Di tengah gundah gulana, Gala mendapatkan tekanan baru ketika ia didesak oleh keluarganya untuk menikah karena adiknya ingin segera melangsungkan pernikahan dan meminta izin untuk “melangkahinya”. Tekanan ini membuat Gala melakukan segala cara untuk mencari kekasih baru, salah satunya adalah melalui kencan buta.
Almira Bastari berhasil mengusung tema dari premis pertanyaan sederhana dan menjengkelkan tentang “kapan menikah?” terhadap perempuan lajang di masyarakat modern. Tokoh Gala digambarkan sebagai perempuan mandiri yang tetap rapuh ketika dibebankan pernikahan. Melalui karakter tokoh Gala, pengarang menggambarkan beban ekspektasi sosial sekaligus kritik masyarakat dengan gaya bahasa komedi dan ironi.
Aku mendengus. “Ya lo gampang ngomong gitu, Nan. Tahun depan gue tiga puluh. Lo enak cowok! Mau nikah umur empat puluh juga santai.”
“Come on, Gal. Age is just a number,” kata Nandi sok bijaksana.
“Lo mau sama tante-tante umur lima puluh?”
Nandi memandangku malas. “Nggak gitu juga kali.”
“Age is just a number,” sindirku.
(Bastari, 2020, hlm 19)
Dalam konstruksi masyarakat, usia tiga puluh tahun dianggap sebagai batas ideal bagi perempuan untuk menikah. Dalam kutipan tersebut, Gala adalah objek dari ketimpangan dari ketidakadilan gender. Kutipan “Lo mau sama tante-tante umur lima puluh?” menunjukkan perempuan yang belum menikah di usia tua dianggap tidak menarik bagi laki-laki, sedangkan laki-laki yang belum menikah di usia tua memiliki kebebasan dalam memilih pasangan dan menikah.
Novel Ganjil Genap memadukan ironi dan komedi dalam karakter tokoh untuk menyampaikan kritik sosial terhadap tekanan pernikahan bagi perempuan lajang yang menjadikannya bacaan ringan, tapi sarat makna. Kelebihan novel Ganjil Genap adalah gaya bahasa Almira yang segar dan penuh dialog realistis yang tepat dengan pembaca. Kemudian, membaca novel ini tidak hanya diarahkan untuk memahami konflik internal Gala, tetapi juga konflik eksternal yang melibatkan keluarga, tradisi, dan budaya patriarki.
Namun, meski novel ini berhasil mengangkat isu sosial yang penting, beberapa aspek terasa kurang mendalam, terutama dalam resolusi konflik utama. Hubungan Gala dengan keluarganya dan bagaimana ia akhirnya menyikapi tekanan tradisi “dilangkahi” terlihat diselesaikan dengan cara yang klise. Meski demikian, relevansi sosial novel Ganjil Genap tetap tidak dapat disangkal. Kisah Gala menjadi gambaran bagi perempuan di Indonesia yang menghadapi situasi serupa.
Secara keseluruhan, novel Ganjil Genap adalah novel yang cocok bagi pembaca yang mencari bacaan ringan, tetapi memberikan realitas kehidupan perempuan lajang yang kompleks. Melalui balutan cerita komedi yang menghibur, Almira Bastari berhasil menyampaikan pesan penting tentang norma sosial dan tradisi dapat membatasi kebebasan perempuan.
Novel Ganjil Genap tidak hanya direkomendasikan untuk perempuan yang tengah menghadapi tekanan serupa, tetapi juga menarik pembaca yang ingin memahami dinamika budaya dan gender dalam kehidupan modern. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Ganjil Genap adalah bacaan yang menghibur sekaligus memberikan ruang refleksi bagi pembaca tentang makna kebahagiaan dan kebebasan dalam hidup.
Penulis: Titin
Editor: Diaz