
Laporan Diskusi Bedah Buku “Edgar Allan Poe dan Sepilihan Karyanya.
Tak dipungkiri, buku biografi “Edgar Allan Poe dan Sepilihan Karyanya” yang disusun oleh Tia Setiadi menyuguhkan data-data yang cukup detail. Buku ini merekam penyair, cerpenis cum essais asal Amerika itu yang menjalani hidup dengan narasi yang dramatis.
Bahkan diakui oleh Siswo Harsono, dosen Jurusan Sastra Inggris Undip yang menjadi pembicara dalam acara bedah (8/1), apa yang disampaikan dalam buku itu jauh lebih dramatis dari kehidupan Poe yang sebenarnya.
Aulia Muhammad, pembicara satunya pun mengatakan hal yang sama, narasi dalam buku ini sangat menyedihkan tapi tak ada data yang kuat yang menunjukkan kesedihan tokoh yang diceritakan itu.
Aulia menduga, buku ini ditulis dari rasa kecintaan si penyusun kepada Poe. Ini bisa dilihat dari karya-karya yang dpilih maupun urutan penyajiannya. Menurut Aulia sebenarnya tak ada yang istimewa dengan penderitaan, kemiskinan bagi seseorang yang ingin total dalam kesenian.
“Poe dalam buku ini ditampilkan cengeng sekali, tak punya duit masih saja merengek minta uang dari orang tua,” katanya.
Celakanya, hal itu dilihat oleh penulis sebagai hal yang wajar dan memberikan pemakluman. Harusnya itu tampak sikap yang aneh. Lain halnya, jika biografi ini tidak ditulis dalam satu arah (pemujaan), bisa ditampilkan sisi-sisi lain yang kontra dari Poet sehingga bisa ditampilkan biografi yang lebih berimbang.
Aulia bisa memahami jika penyajian itu adalah hak dari si penyusun. Namun Ia memberi masukan, sebaiknya perlu data-data yang kuat untuk mendukung argumentasi yang hendak dibawa oleh penyusun buku. Dan data-data yang ditunjukkan itu data-data yang berkaitan tidak terjebak pada detail-detail yang bertele-tele.
Tia Setiadi yang masih berstatus mahasiswa semester akhir di Jurusan Sosiologi UGM itu mengakui jika dia sengaja memilih dengan pandangan subyektifnya mengenai karya-karya yang ditampilkan dalam bukunya. Menuruntnya buku itu sengaja disajikan dengan bahasa dan bahasan yang lebih populer karena dia ingin menjangkau pembaca yang lebih luas, tidak hanya berasal dari kalangan yang mengerti sastra. [Zumala]