Kekerasan dan Pembunuhan, Nasib Jurnalis Dipertanyakan

Ilustrasi/Ketrin

Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi, khususnya pada Sabtu (5/4/2025) di Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa yang menimpa Makna Zaezar tersebut berlangsung pada saat sang jurnalis meliput arus balik lebaran di Stasiun Tawang. Dilansir dari Tempo, ajudan Listyo meminta para jurnalis mundur dengan cara yang kasar. Makna yang sudah menjauh dari kerumunan lantas dihampiri oleh ajudan Listyo, di situlah pemukulan terjadi. Rupanya sebelum insiden pemukulan terjadi, ajudan Listyo sudah mengeluarkan ancaman akan menempeleng pers di sekitar. 

Peristiwa tersebut adalah satu dari sekian banyak kekerasan yang dialami oleh para jurnalis selama tiga bulan terakhir. Sebelumnya, ada Juwita yang tewas diperkosa dan dibunuh oleh kekasihnya yang merupakan anggota TNI. Lalu, Jurnalis Tempo Fransisca yang dikirimi kepala babi tanpa telinga, sampai kasus diduga pembunuhan dialami oleh Situr Wijaya, jurnalis asal Palu. Belum lagi tindakan represi aparat kepada anggota pers mahasiswa pada saat demonstrasi di beberapa titik di Indonesia.

Menanggapi kasus kekerasan terhadap jurnalis di setiap daerah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan pernyataan sikap, di antaranya adalah berisi tuntutan untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Juwita, dan tuntutan agar pelaku pemukulan Makna Zaezar meminta maaf, sekaligus diberikan sanksi yang berlaku. 

Kasus-kasus kekerasan hingga pembunuhan yang dialami oleh beberapa jurnalis di Indonesia kini menjadi momok bagi semua jurnalis, bahkan pers mahasiswa. Kurangnya kepedulian pemerintah terkait kasus-kasus ini juga menjadi salah satu faktor para korban kian bertambah. Ditambah lagi, kekuatan militer kini terasa bak ancaman nyata.

Nasib jurnalis di Indonesia kini mulai dipertanyakan, sebab tiada ruang yang aman bagi kami untuk melaksanakan tugas. Represi, kekerasan, dan pembunuhan sangat meresahkan para jurnalis dalam bekerja  mengungkapkan fakta. Padahal pemerintah seringkali memerlukan desakan, tuntutan, dan dorongan dari media untuk menuntaskan kasus kekerasan.

Menilik fakta bahwa kasus kian serius, pemerintah perlu meninjau kembali perlindungan terhadap jurnalis, serta hukum yang berlaku bagi pelaku. Kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dinormalisasikan, khususnya bagi mereka yang sedang on duty untuk sebuah peristiwa di lapangan. Rasanya sudah cukup kasus kekerasan ini berhenti pada Makna Zaezar saja, sebab tanpa jurnalis, tak ada peristiwa yang diungkap dan tak ada fakta yang terucap. 

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Hayamwuruk Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) sangat mengecam adanya kekerasan dan pembunuhan terhadap keberjalanan pers di Indonesia. LPM Hayamwuruk bersama Jurnalis Indonesia!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top