Oleh : Annisa Intan P.
Reporter : Indah Zumrotun, Mitra Sari
Suatu siang di mading depan ruang A.3.9, seseorang berdiri untuk mencari informasi. Memang, mading adalah wadah sederhana bagi suatu Lembaga Kemahasiswaan (LKM) untuk menyampaikan hal-hal penting terkait organisasi yang melibatkan mahasiswa. Meski dalam perjalanannya apa yang terpampang di mading tidak terbatas pada pengumaman akademik atau organisasi saja, tetapi juga pemberitahuan seputar event, beasiswa serta hal-hal persuasif lainnya.
Pada hari yang berbeda, seseorang menemukan pamflet warna hijau bergambar laki-laki dan perempuan tengah menenteng berkas. Bukan warna mencolok atau ilustrasi pamflet yang membuat dia terkejut, akan tetapi esensinyalah, terlebih tajuk besar berjudul “Open Recruitment Senat Mahasiswa FIB Undip.” Beberapa hari kemudian pamflet tersebut bertebaran di media sosial terutama grup-grup yang mengusung nama FIB sebagai naungannya.
Di luar yang berminat, mungkin sebagian orang bertanya-tanya, Senat Mahasiswa yang notabene dewan perwakilan mahasiswa dengan fungsi legislasinya perlukah mengadakan Open Recruitment (Oprec)? Mengingat bahwa sebagai dewan perwakilan, Senat Mahasiswa (Sema) memiliki mekanisme perekrutan anggota tersendiri yang berbeda dari LKM lain. Apalagi tahun ini anggota Sema dipilih melalui Pemilihan Raya (Pemira) dengan menggunakan sistem coblos layaknya pemilihan terstruktur. Toh anggota Sema nantinya disebut senator, bukan staf atau magang. Lalu apa sebutan bagi anggota-anggota baru hasil perekrutan ini?
Ditemui di sekretariat Sema, Firas Sabila Nurdini selaku ketua Senat mengungkapkan Oprec kali ini merupakan inisiatif dari kepengurusan tahun 2013/2014. Bertolak dari minimnya pengetahuan senator terhadap proker (program kerja) Sema itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan fungsionaris Sema dari tahun ke tahun selalu mengalami perombakan struktur tanpa adanya regenerasi dari pengurus lama ke pengurus baru. Terlebih ketika Pemira digelar, tidak semua LKM mendelegasikan anggotanya untuk menjadi senator, sehingga periode ini jumlah keseluruhan Sema hanya sembilan orang saja. Menurut Firas ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemaksimalan kinerja seorang organisatoris. Bagaimanapun, seseorang perlu belajar dari seniornya agar lebih memahami program-program kerja yang akan dilaksanakan. Sehingga tidak terjadi kerancuan fungsi dan mekanisme kerja yang sebelumnya telah tercantum dalam Panduan Pokok Organisasi (PPO).
Mengenai sebutan untuk anggota baru yang direkrut, mahasiswa asal jurusan Sastra Jepang itu mengungkapkan bahwa status mereka adalah staf ahli yang keanggotaanya akan selesai setelah senator inti lengser. Jadi anggota baru tersebut bukanlah senator yang memiliki hak dan wewenang terkait mekanisme perekrutan semula, tetapi hanya staf yang menyokong kerja senator inti. “Disebutnya staf ahli, cuman mereka nggak masuk pengurus inti, di luar inti. Pelatihan sebenarnya, pelatihan buat mereka tahun depan. Pas waktu mereka diwawancara kita juga ngomong, tujuan kita buat ini buat biar tahun depan harapannya kalian bisa ikut lagi , kalau misalnya ada beberapalah walaupun nggak semua kayak gitu. Paling dua atau tiga orang.” Tutur Firas.
Seperti yang telah diungkapkan sejak awal, tujuan diadakannya Oprec selain untuk membantu Sema dalam melaksanakan program kerja, juga untuk regenerasi kepengurusan. Tidak menutup kemungkinan staf ahli yang direkrut tahun ini akan menjadi senator inti pada kepengurusan selanjutnya. Dengan demikian, staf ahli yang sekarang berstatus mahasiswa tahun kedua masih bisa mewakilkan LKM masing-masing telah mendapat pengalaman dan pelatihan secara langsung. Karena berdasarkan fakta, kendati senator (selain ketua) boleh tetap aktif pada kepengurusan selanjutnya, jarang sekali ada yang berinisiatif tetap tinggal di Sema sebagai upaya pengaderan. Maka dengan Oprec yang menargetkan mahasiswa angkatan 2012 sebagai peserta, diharapkan dapat memperbaiki kinerja Sema secara keseluruhan. Sehingga kegagalan-kegagalan pada kepengurusan lalu tidak repetitif.
Di sisi lain, Riki Setia Budi, selaku ketua Sema periode sebelumnya mengaku telah mengetahui perihal Oprec tersebut. Melalui wawancara tertulis, ia mengatakan bahwa pada kepengurusan lalu sempat terpikir untuk merekrut anggota baru. Namun karena beberapa pertimbangan dan kendala yang ada maka belum bisa direalisasikan langsung. Secara umum, pandangannya terhadap Oprec tersebut bersifat pragmatis. Dalam arti dia setuju apabila perekrutan ditujukan sebagai sarana pelatihan, tetapi di lain pihak ia peduli terhadap status anggota baru. Bagaimanapun mereka tidak dapat disebut senator terkait perundangan-perundangan yang ditetapkan Kongres Mahasiswa tahun lalu. Mau tidak mau itu menjadi hal yang riskan dikritisi ketika kongres mahasiswa berikutnya digelar.
“Mungkin kalau statusnya sebagai anggota baru, saya rasa tidak setuju karena kemudian itu menyalahi perundang-undangan yang telah ditetapkan ketika Kongres Mahasiswa tahun lalu. Namun kalau mereka merekrut dengan status rekrutan sebagai, katakanlah, trainee Sema, saya sangat setuju, karena selain bisa memperkenalkan program-program kerja Sema yang tidak banyak diketahui mahasiswa, Oprec ini juga bisa berfungsi untuk mempersiapkan bibit-bibit anggota Sema untuk tahun-tahun kedepan, sehingga isu-isu lama di kepengurusan Sema seperti kurangnya transfer informasi dan lain-lain, bisa teratasi dengan adanya program kerja baru ini. Hanya ya itu tadi, harus diperhatikan mengenai perundang-undangan yang sudah ditetapkan, sehingga nantinya tidak menimbulkan masalah bagi Sema di Kongres.” Papar Lelaki yang kerap disapa Riki ini.
Berusaha mendapatkan kejelasan dari pihak birokrat, tim Hayamwuruk mewawancarai Pembantu Dekan III, Mujid Farihul Amin. Menurutnya, sah-sah saja Sema merekrut anggota baru selama dalam koridor staf ahli. Jadi bukan masalah besar jika PPO tidak mengatur poin kaderisasi di tubuh Sema. Dia lebih menitikberatkan pada kinerja LKM yang bersangkutan.
Pada intinya, Sema merupakan dewan perwakilan yang berasal dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Jadi persoalan mengenai apakah Sema melanggar peraturan perekrutan atau tidak, kembali pada diri pembaca masing-masing. Akankah defensif menyoroti rumahnya saja sementara isinya terbengkalai, atau turut mengamini harapan dari terobosan baru mereka. sekali lagi, semua benar-benar terserah anda.***