
Rabu (21/06/2023), LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Semarang mengadakan konferensi pers mengenai “Budaya Kekerasan yang Mengakar di PIP Semarang Terus Memakan Korban, Pemerintah Justru tidak Peduli” melalui online. Konferensi pers tersebut digelar setelah terdapat laporan mengenai salah seorang taruna di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang menjadi korban dari kekerasan berulang yang diduga dilakukan oleh taruna senior hingga staff sekolah kedinasan tersebut.
Acara dimulai pada pukul 13.00. Pemaparan kejadian atau alur kronologis disampaikan oleh salah satu perwakilan dari LBH Semarang, yaitu Ignatius Rhadite. Kekerasan pertama terjadi pada tanggal 9 Oktober 2022, kemudian kekerasan selanjutnya terjadi pada 23 Oktober 2022, dan yang terakhir terjadi pada 2 November 2022. Pada peristiwa terakhir korban dilaporkan mendapat pukulan sekitar 30 hingga 40 kali, yang didapatkan dari 7 orang terduga pelaku.
“Yang bersangkutan telah mendapatkan tindakan kekerasan secara berulang sebanyak tiga kali. Kekerasan pertama terjadi pada tanggal 9 Oktober 2022, dimana kemudian menyasar pada kepala, tulang kering dan tindakan itu dilakukan selama berkali-kali ya, yang menyebabkan korban pusing dan ada gumpalan darah di lapisan putih di matanya itu.” jelas Rhadite mengenai kronologi yang dialami korban.
Ignatius Rhadite sempat melaporkan permasalahan ini kepada BPSDM Kemenhub, setelah pada tanggal 22 Januari terduga pelaku memberikan pernyataan. Pada kesaksiannya, terduga pelaku mengatakan bahwa tindakan kekerasan yang terjadi di PIP, sudah sangat mengakar karena ada doktrin, tradisi, dan kebiasaan yang secara terus menerus diberikan. Terjadi pertemuan setidaknya sebanyak tiga kali dengan pihak BPSDM Kemenhub.
“akan tetapi kemudian dalam perjalanan waktunya pihak BPSDM perhubungan dia ingkar janji, karena hingga hari ini janji-janji yang ditawarkan itu tidak kunjung ditindaklanjuti, janji yang dimaksud berkaitan dengan pemindahan yang bersangkutan ke STIP Jakarta” ucap Rhadite dalam konferensi pers tersebut.
Setelah korban menjalani perawatan fisik maupun psikis dan memberikan pengaduan-pengaduan, korban kembali masuk ke PIP Semarang lagi, setelah pihak korban diminta untuk kembali ke asrama lagi. Nahas, ketika korban kembali menetap di asrama yang justru didapat adalah perlakuan intimidasi, ejekan, serta sindiran.
Kemudian, pada tanggal 13 Juni, korban justru mendapatkan kekerasan fisik kembali untuk keempat kalinya. Kini kekerasannya ia dapat dari tendangan yang menyasar pada tulang rusuk dan bagian pahanya. Lantas pihak LBH Semarang menyampaikan kasus ini kepada Komnas HAM, Ombudsman, juga LPSK.
Pihak keluarga korban (Ibu) mengatakan agar stop mewajarkan doktrin kekerasan oleh semua pihak khususnya yang anaknya alami di PIP Semarang. Pihak korban melayangkan pernyataan bahwa tidak ada sedikitpun ketakutan atas ancaman-ancaman yang menyasar pada keluarganya,
“kami sebagai orang tua hanya mau memperjuangkan keselamatan anak kami”. tegas Ibu korban.
*Catatan Redaksi:
– Kami sudah mencoba memverifikasi informasi yang kami dapat ke pihak PIP. Namun hingga berita ini naik, kami tak kunjung mendapatkan jawaban.
– Kami telah mengkoreksi penggunaan diksi “pelaku” menjadi “terduga pelaku”. Koreksi ini dilakukan karena kasus ini masih dalam tahap penyelidikan di Kepolisian
Reporter: Rizka, Ameilia
Penulis: Majid
Editor: Juno