Suara dan Kritik Kampus Direpresi, KIKA Terbitkan Pernyataan Sikap

Suara dan Kritik Kampus Direpresi, KIKA Terbitkan Pernyataan Sikap
Suara dan Kritik Kampus Direpresi, KIKA Terbitkan Pernyataan Sikap
Dok. Hayamwuruk/Allegra

Rabu (7/2/2024), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyelenggarakan acara “Pernyataan Sikap: Represi Kampus Terhadap Aksi Menjaga Demokrasi yang Dilakukan oleh Sivitas Akademika Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia.” yang diselenggarakan melalui platform Zoom secara online. Pernyataan sikap ini lahir dari adanya keresahan di kalangan akademisi atas adanya represi dan intimidasi terhadap para akademisi.

Represi dan intimidasi terhadap kalangan akademisi muncul sebagai respon atas derasnya pernyataan sikap dan kritik dari berbagai perguruan tinggi pada presiden. Tentu saja represi dan intimidasi ini telah mencoreng kehormatan dunia akademik. Rina Mardiana, akademisi dari Institut Pertanian Bogor menilai bahwa hal ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

“Represi terhadap kampus dan komunitas akademik merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Setiap kegiatan yang membatasi kebebasan berpikir, kebebasan berbicara, dan kebebasan berkumpul di lingkungan akademis tidak hanya mengancam integritas ilmiah, tetapi juga merusak fondasi kebebasan individu yang menjadi pilar demokrasi,” tegas Rina.

Herdiansyah Hamzah dari KIKA juga menambahkan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh aparat negara salah satunya dengan mendatangi rektor-rektor perguruan tinggi guna diminta untuk membuat pernyataan bahwa pemerintahan Joko Widodo telah berhasil membangun dan memimpin Indonesia, tentu saja hal ini merupakan bentuk intimidasi dan pelanggaran kebebasan akademik di Indonesia.

Pernyataan Sikap KIKA yang dibacakan oleh Herdiansyah Hamzah membuat 4 poin utama, yaitu:

  1. Menghormati proses demokrasi dan prinsip-prinsip kebebasan akademik dengan menjaga jarak pada pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi UU;
  2. Mengecam tindakan represif terhadap civitas akademika; dan
  3. Memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 betul-betul berjalan langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
  4. Penyelenggara negara harus netral dan bekerja sesuai sumpahnya

Munculnya kritik atas kondisi demokrasi di Indonesia merupakan bentuk kepedulian para akademisi atas nasib bangsa. Prof. Sigit Riyanto dari Universitas Gajah Mada menjelaskan bahwa pernyataan sikap dan kritik dari para akademisi disebabkan oleh kacaunya penyelenggaraan negara dan kritik ini sudah sejak lama disuarakan jauh hari.

“Lalu kenapa para akademisi ini bersuara lantang dan ada yang mengatakan suara lantang ini baru akhir-akhir ini menjelang dilakukannya pemilihan umum. Pendapat seperti itu juga tidak mendasar karena sebenarnya sejak lima tahun yang lalu, para akademisi ini sudah menyampaikan pandangan, kritik, dan masukan kepada pemerintah dan penyelenggara negara karena dipicu oleh tata Kelola negara yang ugal-ugalan. Hal ini bisa kita pastikan dari fakta dimana ada politik hukum yang distraktif di dalam perubahan UU KPK dan UU Cipta Kerja yang menunjukkan bahwa itu adalah politik hukum yang distraktif dan sekaligus ekstraktif,” ungkapnya.

Reporter: Farhan & Allegra (magang)
Penulis: Farhan
Editor: Juno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top