Mengenal Sosok Sindah: Berawal dari Sembunyi-Sembunyi, Kini Berhasil Menoreh Prestasi

Dok/Sindah

Sindah Laili Nurjanah, perempuan berbaju kurung itu kini tengah menempuh tahun ketiga perkuliahan sebagai mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Diponegoro. Kebanyakan orang mungkin mengenalnya sebagai gadis yang tak banyak cakap. Namun, isi kepalanya tak pernah kosong dari banyaknya imajinasi yang ia tuliskan melalui karya fiksi. 

Buku-buku fiksi tak pernah lepas dari genggamannya. Di balik ramainya berita pembakaran buku di jagat maya, Sindah tetap memilih untuk gemar membaca. Layaknya seorang sastrawan, ia dan buku tidak dapat dipisahkan.

Perjalanan Mengenal Sastra

Perempuan kelahiran Kediri itu menceritakan proses ketika ia mengenal dunia sastra. Sejak usianya masih kecil, Sindah sudah gemar membaca buku seperti buku dongeng, kisah binatang, atau kisah tokoh-tokoh inspiratif. Hal tersebut melatih daya imajinasinya untuk semakin menggandrungi dunia sastra.

Perjalanan Sindah mengenal dunia sastra dimulai ketika ia duduk di bangku Tsanawiyah (setingkat sekolah menengah). Pada masa itu ia bersekolah di lingkungan pesantren yang kesehariannya tak jauh dari ketaatan kepada sang guru. Memasuki jeda semester, sang kakak laki-laki yang ia panggil dengan sebutan “Mas” datang menjenguk dan membawakan buah tangan sebuah novel filsafat populer bertajuk Dunia Sophie.

Kesempatan untuk membuka pikirannya tentang sastra tidak sepenuhnya berjalan  mulus. Kehidupan pesantren yang kolot membuatnya harus sembunyi-sembunyi untuk menekuni dunia sastra. Tak berhenti di tempat karena hanya membaca lewat buku Dunia Sophie, Sindah pun mulai menyuapi pikirannya dengan buku-buku lain seperti novel, kumpulan cerpen, bahkan kumpulan puisi dengan harapan ia semakin mengenal sastra. 

Kecintaan Pada Sastra

Kegemarannya membaca buku mengasah Sindah untuk semakin dekat dengan sastra. Ia merasa sastra memberinya kesempatan untuk menggambarkan makna seliar-liarnya dari coretan tinta atau ketikan. 

Ia merasa bebas tanpa harus takut dipandang berbeda oleh khalayak ramai. Ia juga merasa dengan sastra ia bisa bersuara tak hanya sebatas kemolekan alam, manisnya romansa percintaan, atau karya sastra lumrah lainnya, tetapi dari karya sastra ia bebas untuk menyuarakan kritik atas situasi yang sedang berlangsung.

“Sastra memberi kesempatan menuliskan apapun tanpa takut akan terpenjara dalam jeruji bernama ‘dosa,’ barangkali menemukan sastra ialah semacam oase di gurun sahara bagi seorang musafir yang menempuh perjalanan dahaga bertahun-tahun,” ucapnya ketika mengibaratkan sastra dengan dirinya.

Kebebasan yang ia inginkan berbeda dari kebebasan menurut penafsiran orang kebanyakan. Hidup di keluarga yang begitu lekat dengan nilai-nilai agama, membuat ia merasa terkungkung dalam doktrin agama. Pertemuannya dengan sastra membuat Sindah merasa  tak lagi harus mengikuti garis pikiran yang tegak lurus, tetapi ia  bebas mengekspresikan dirinya lewat karya sastra. 

Produk Sastra dan Prestasi yang ditorehkan

Banyak sekali produk sastra yang dapat dibuat dari sebuah pikiran, tak melulu imajinatif, terkadang sastra pun bisa lahir dari sebuah peristiwa aktual di tengah masyarakat. Saat ini Sindah tengah fokus untuk berkarya lewat bait-bait puisi serta Cerita Pendek (Cerpen) bergenre realisme dan romantis. 

Kecintaannya pada karya sastra tak hanya mengantarkan Sindah pada segudang prestasi, tetapi juga turut andil dalam mengharumkan nama institusinya saat ini, Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro. 

Prestasi terbarunya yaitu meraih posisi kedua kejuaraan Lomba Cipta Puisi Nasional yang digelar secara daring oleh HMP IMABINA Universitas Jember bulan September lalu. Sebelumnya, Sindah juga berhasil memenangkan berbagai kejuaraan baik Cipta Puisi maupun Cipta Cerpen. Berikut capaian-capaian prestasi yang pernah diraih oleh Sindah :

  • 20 puisi dan 4 cerpen lolos kurasi yaitu terpilih untuk diterbitkan dalam antologi bersama oleh penerbit-penerbit yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Salah satunya puisi berjudul “Menghidupkan Biola Tua” diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama dalam Perayaan Satu Abad Chairil Anwar yang diadakan oleh PDS HB Jassin dan Taman Inspirasi Sastra Indonesia tahun 2022.
  • Juara 1 Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Tema “New Hope” yang diselenggarakan oleh Penerbit Jejak Publisher tahun 2022.
  • Juara 2 Lomba Cipta Puisi Nasional dalam Festival Bulan Bahasa dengan tema “Guru” yang diselenggarakan oleh OSIS MA Mambaul Ulum 2, Pamekasan, Jawa Timur tahun 2022.
  • Juara 2 Lomba Menulis Cerpen tingkat Jateng-DIY yang diselenggarakan oleh KMNU Undip dengan tema “Aktualisasi Budaya Santri dalam Kehidupan Mahasiswa” tahun 2022.
  • Juara 1 Sayembara Cipta Puisi se-FIB dengan tema “Kritik Sosial” yang diselenggarakan oleh KMSI Undip dalam rangka Hari Puisi tahun 2023.
  • Juara 1 Penulisan Puisi Nasional Kastra Story Competition, Nalarfest dengan tema “What Makes Humans Feel Likes Humans” yang diselenggarakan oleh UKM Penalaran Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tahun 2023.
  • Juara 1 Lomba Cipta Puisi Nasional Semarak Warta Jitu dengan tema “Perjuangan dan Semangat” yang diselenggarakan oleh LPM Warta Jitu FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun 2024.
  • Juara 2 Sayembara Cipta Puisi Nasional Pekan Sastra 2024 dengan tema “Kearifan Lokal” yang diselenggarakan oleh HMP IMABINA Universitas Jember.

Perkembangan Sastra

Menghabiskan separuh hidupnya dengan dunia sastra, Sindah cukup mengikuti perkembangan sastra saat ini. Ia melihat sastra layaknya aliran hulu yang menyisir hilir, bergerak mengikuti arus, menyesuaikan curam bebatuan sekitar, dan tetap utuh sebagai deras yang menyegarkan setibanya di tepi tujuan. Ia melihat perkembangan sastra begitu dinamis, mengikuti zaman yang mempunyai karakternya masing-masing. Sindah melihat semakin beragamnya produk-produk sastra yang disuguhkan dengan gayanya masing-masing. 

“Karya sastra saat ini diperkenankan lahir dengan ramuan-ramuan yang berbeda dan penulis berhak menciptakan gaya bahasa (style) tanpa harus mengikuti leluhurnya. Selain itu, karya sastra juga bisa memilih ruang menetapnya, tidak harus menetap pada lembar-lembar kertas sehingga berdesakan di rak-rak toko buku dan tumpukan koran,” jelasnya. 

Peluang berkarir pada Bidang Sastra

Melihat realita di masyarakat, sulit bertaruh jika hanya mengandalkan sastra sebagai pijakan dalam berkarir. Masyarakat terkesan menghargai ilmu-ilmu eksak yang dianggap lebih bernilai. Berbeda dengan disiplin ilmu dari rumpun humaniora bahkan sastra itu sendiri yang dianggap sebagai ilmu yang tidak berguna dan jauh dari kata “terhormat.”

Ditanya perihal masa depan seorang dengan latar belakang sastra, Sindah tak terlalu memikirkannya. Untuk saat ini Ia hanya ingin menikmati sastra tanpa harus merasa takut dan khawatir akan masa depan.

“Bayangkan jika sekarang kita terlalu kalut dan takut memikirkan masa depan sampai lupa menikmati sastra itu sendiri, sedangkan saat ini bisa jadi era terakhir yang berleluasa menyapa sastra. Menakutkan bukan?” Tentu jawaban Sindah didasari sifat idealisme seorang mahasiswi yang belum benar-benar mengetahui kehidupan. Ia pun mengaku jawabannya sekarang mungkin akan berbeda dengan jawaban ia di kehidupan yang akan datang. 

“Pastinya berbeda jawabannya jika untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya bergantung dengan hasil karya sastra. Sastra yang dinamis, bergerak sangat cepat, bersaing dengan kecanggihan teknologi, kebutuhan pasar, dan menjadi penulis sastra yang hidup di negara berkembang dengan sekelompok masyarakat yang masih merem pemikiran lebih menakutkan bukan?”

Penulis: Fajri

Editor: Indri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top