Dok. Hayamwuruk |
Puluhan mahasiswa dari berbagai Universitas di Semarang dengan memakai pakaian serba hitam kembali menggelar Aksi Kamisan , Kamis (7/6/2018) sore. Berbeda dari biasanya yang melakukan aksi di depan Kantor Gubernur, Jawa Tengah, aksi ini dilakukan di depan Gedung Rektorat Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Saiful Anwar, Koordinator Aksi Kamisan Semarang, menjelaskan dalam aksi kali ini mereka mendukung gerakan mahasiswa Unnes untuk menolak pemberlakuan uang pangkal. Selain itu, mereka juga mengecam tindakan represif yang dilakukan pejabat kampus terhadap mahasiswa Unnes yang melakukan aksi protes.
“Isu penolakan kebijakan uang pangkal di kampus, yang bagian dari komersialisasi pendidikan itu yang diangkat di kamisan kali ini,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dengan adanya uang pangkal di Unnes menjadi gambaran bahwa pendidikan saat ini telah dijadikan sebagai komoditas ekonomi. “Ketika pendidikan itu dikomersialisasi maka negara itu tidak hadir dalam pendidikan dan pendidikan dijadikan komoditas ekonomi,” imbuh Saiful.
Saiful menjelaskan sejak hari Senin lalu, massa aksi (mahasiswa Unnes) kecewa terhadap Rektor Unnes, Fathur Rahman, yang tidak pernah menemui mereka. Sehingga, kata Saiful, beberapa mahasiswa sore itu melakukan penjagaan di depan pintu Gedung Rektorat untuk bisa bertemu dengan Rektor.
“Sejak hari Senin sampai hari ini, Rektor itu tidak pernah menemui massa aksi. Sehingga massa aksi terus mendesak untuk Rektor menemui, karena Rektor masih di dalam makanya massa aksi bersikukuh untuk tetep nunggu sampai Rektor datang. Tadi kan pintu-pintunya dijaga dengan harapan ketika Rektor keluar, massa aksi bisa bertemu dengan Pak Rektor, ” ucapnya.
Pada pukul 17.18, Rektor Unnes keluar dari Gedung Rektorat dan langsung masuk ke dalam mobil. Mahasiswa yang sudah menunggu dari lama melakukan penghadangan dengan cara berbaring di jalan. Namun usaha tersebut digagalkan oleh penjaga keamanan kampus yang menyeret dengan paksa ke pinggir jalan.
Akibatnya dalam insiden ini terdapat beberapa mahasiswa terinjak dan terdorong oleh pihak keamanan. Satu orang dibanting hingga membuat dua motor yang sedang terparkir jatuh.
“Waktu itu saya nahan mobil tapi mobil Rektor tetap maju, terus saya terseret. Kemudian saya dibanting polisi supaya menghindari mobil itu. Waktu dibanting seinget saya, saya kena dua motor,” ungkap Naufal, yang menjadi salah satu korban.
Saiful pun mengecam tindakan yang dilakukan tersebut bukan merupakan cerminan perilaku civitas akademika.
“Menurutku jelas itu tidak mencerminkan seorang civitas akademika karena pertama, Undang-Undang itu menjamin untuk kebebasan berpendapat di muka umum. Ketika pihak kampus itu melarang mahasiswanya untuk berunjuk rasa, jelas itu bertentangan dengan Undang-Undang,” keluhnya.
Reporter: Ponco (magang hayamwuruk) & Ulil
Editor: Dwi