Al-Qur’an, Sejarah dan Revolusi 

Dok.Freepik.com

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi setiap muslim, dia merupakan cahaya yang menuntun manusia dalam menjalani hidup di muka bumi. Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, berbeda sekali dengan mukjizat-mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Qur’an ini abadi dan tidak terbatas waktu, relevan bagi semua zaman dan dapat diaplikasikan  bagi seluruh umat tanpa memandang suku, ras dan budaya.

Al-Qur’an merupakan “bahasa” universal umat Islam sedunia, tak terlepas dari mazhab apapun yang dianutnya. Al-Qur’an tidaklah patut menjadi alat pemecah belah, Al-Qur’an adalah alat pemersatu. Seorang muslim Bosnia di Eropa membaca Al-Fatihah yang sama dengan seorang mualaf di Brazil.

Ke-universal-an Al-Qur’an juga terkait dengan ajaran yang terkandung didalamnya, sebagaimana yang dijelaskan di awal tadi, sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an memiliki wilayah penerapan di seluruh muka bumi tanpa terkecuali. Ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an dapat diterapkan dimana saja dan kapan saja, inilah bukti kebesaran, keagungan dan kekuasaan Allah SWT terhadap segenap makhluk ciptaannya.

Salah satu ajaran penting yang terkandung di dalam Al-Qur’an adalah adanya konsep Mahdi atau munculnya Imam Mahdi. Konsep Mahdi secara garis besar adalah gagasan perjuangan antara kekuatan kebenaran, perdamaian, dan keadilan melawan kekuatan kejahatan, penindasan, dan tirani; yang mana akan dimenangkan oleh kekuatan kebenaran yang menghasilkan penyebaran agama Islam ke seluruh dunia; penegakan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi secara menyeluruh; pembentukan masyarakat utopis dan ideal; kemenangan ini kelak diraih melalui peran seorang tokoh suci dan terkemuka yang revolusioner.

Konsep Mahdi ini adalah satu keyakinan yang dipercaya oleh seluruh umat Islam, apapun mazhab atau sektenya, meski ada beberapa perbedaan rincian diantara mazhab atau sekte yang ada.

Ajaran Al-Qur’an mengenai konsep Mahdi merupakan seruan bagi segenap manusia bahwa akan datang hari kemenangan bagi Islam, bagi orang-orang beriman dan kehancuran bagi kuasa yang zalim, tiran dan penindas. Secara umum, sebuah kemenangan bagi segenap manusia yang tertindas, sebuah ramalan bagi hari esok yang cerah dan bahagia untuk seluruh umat manusia.

Konsep Mahdi berkaitan erat dengan perintah Raja’ atau larangan akan berputus asa dari rahmat Allah SWT. Mereka yang percaya pada kebaikan Allah yang universal tidak akan kehilangan harapan, apapun situasinya, dan tidak akan menyerah pada keputusasaan. Namun, pengharapan ini bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, melainkan berlandaskan pada Kebaikan dan Kasih Sayang Allah (Sifat Ar-Rahman) yang berlaku untuk seluruh umat manusia.

Namun perlu digaris bawahi juga bahwa Raja’ dapat bersifat konstruktif dan dinamis. Menurut Imam Ghazali sikap Raja’ ini perlu disertai dengan tawakal, doa dan ikhtiar. Pendapat ini dapat dipahami karena jika tidak disertai usaha, maka Raja’ akan bersifat destruktif dan melumpuhkan. Harapan sebagai pelipur lara (Raja’), memiliki dimensi filosofis, sosial, dan religius yang berakar pada ajaran Al-Qur’an.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang revolusi, penting untuk melihat pandangan Al-Qur’an tentang masyarakat dan sejarah yang terus berubah.

Konsep Sejarah dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an memandang sejarah sebagai pelajaran, pedoman, dan sumber renungan yang mendalam, hal ini terlihat dari kisah-kisah umat terdahulu yang terkandung didalamnya. Pertanyaan yang muncul adalah apakah Al-Qur’an melihat sejarah dari sudut individu atau kolektif. Apakah kisah kehidupan individu hanya digunakan sebagai teladan, ataukah Al-Qur’an juga memperhatikan kehidupan kolektif masyarakat dan bangsa? Lebih jauh, apakah masyarakat memiliki kepribadian, kesadaran, dan hukum-hukum yang mengatur keberlangsungan mereka?

Meskipun tidak dapat dijelaskan secara rinci disini, dapat disimpulkan bahwa jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah “ya.” Al-Qur’an mengisahkan sejarah bangsa-bangsa terdahulu untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi umat manusia.

Hal ini sejalan dengan firman Allah:

“Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.”

  1. Al-A’raf: 34.

Juga pada ayat:

“Karena kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana jahat mereka. Akibat (buruk) dari rencana jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanya menunggu ketetapan (yang berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka, kamu tidak akan mendapatkan perubahan atas ketetapan Allah dan tidak (pula) akan menemukan penyimpangan bagi ketetapan Allah itu.”

  1. Fathir: 43.

Kedua ayat di atas dengan tegas menolak gagasan bahwa takdir ditentukan oleh kekuatan buta nasib. Sebaliknya menyatakan dengan jelas bahwa nasib bangsa-bangsa tunduk pada hukum-hukum alam yang tegas dan konsisten.

Al-Qur’an menekankan bahwa manusia, melalui perbuatan dan perilakunya, dapat memahami nasib baik atau buruk yang menantinya. Sebab, nasib ditentukan oleh rangkaian reaksi yang dihasilkan dari tindakan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, setiap perbuatan akan memicu konsekuensi tertentu. Meskipun perjalanan sejarah berada di bawah Kehendak Ilahi, Al-Qur’an tetap mengakui peran manusia sebagai agen bebas dalam menentukan jalannya.

Banyak ayat Al-Qur’an yang merujuk pada subjek ini. Misalnya pada ayat:

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”

  1. Ar-Ra’d: 11.

Al-Qur’an dengan jelas mengakui bahwa umat manusia berkembang dan bergerak melalui hukum-hukum alam yang tegas dan konsisten, segala sesuatu di alam selalu bergerak dan berubah. Tidak ada yang statis, dan semuanya saling terhubung dalam hubungan aksi dan reaksi. Gerakan ini muncul dari kontradiksi, di mana setiap hal mengandung lawannya di dalam dirinya. Kontradiksi inilah yang menjadi sumber perubahan, yang kadang mencapai titik revolusioner, mengubah sesuatu sepenuhnya menjadi bentuk baru. Proses ini dikenal sebagai dialektika, yang terus berlangsung dari tahap tesis, antitesis, hingga sintesis.

Sejarah, sebagai bagian dari alam, mengikuti prinsip yang sama, tetapi dengan manusia sebagai aktornya. Hubungan manusia, alam dan masyarakat memunculkan konflik antara kelompok progresif dan konservatif. Perubahan sejarah didorong oleh produksi sehingga menciptakan kondisi sosial, ekonomi, dan politik tertentu. Ketika alat-alat produksi berkembang, sistem lama sering kali gagal memenuhi kebutuhan masyarakat, menciptakan konflik yang akhirnya membawa perubahan revolusioner. Dengan demikian, sejarah terus bergerak melalui perjuangan dan transformasi, menuju tahap-tahap baru.

Evolusi sejarah dapat dilihat melalui sebuah pendekatan yaitu pendekatan dialektik atau materialistik yang juga dikenal dengan Materialisme Dialektika.  Dalam pendekatan materialistik, sejarah dan alam diinterpretasikan melalui prinsip gerak berkelanjutan dan perubahan yang dipicu oleh kontradiksi. Segala sesuatu di alam selalu berubah, bergerak dari tesis, ke antitesis, hingga akhirnya mencapai sintesis, dimana proses ini terus berulang.

Kontradiksi atau pertentangan merupakan sumber utama perubahan. Setiap hal mengandung lawannya dan perjuangan antara kekuatan yang saling bertentangan ini menyebabkan perubahan revolusioner. Dalam sejarah manusia, perubahan ini tercermin dalam konflik antara kelompok progresif dan konservatif. Perubahan sosial, ekonomi, dan politik selalu mengikuti perkembangan alat produksi, yang membentuk dasar kehidupan manusia.

Produksi adalah kekuatan pendorong sejarah. Ketika alat dan sistem produksi berkembang, masyarakat menghadapi kondisi sosial dan ekonomi baru yang menuntut perubahan dalam struktur atasnya. Namun, kelompok yang ingin mempertahankan status quo sering kali bertentangan dengan kelompok yang mendukung perubahan. Konflik ini akhirnya mencapai puncaknya dalam transformasi revolusioner, menggantikan sistem lama dengan yang baru.

Sejarah terus bergerak melalui kontradiksi, di mana setiap tahap mengandung benih dari tahap berikutnya. Proses ini mencerminkan prinsip dialektika, di mana perkembangan alat produksi menjadi penentu utama evolusi masyarakat dan nilai sosialnya.

 

Konsep Mahdi Wujud Dialektika Kemenangan Kaum Tertindas

Dari Al-Qur’an dipahami bahwa kemunculan Imam Mahdi adalah bagian dari rangkaian perjuangan antara orang-orang saleh dan benar melawan orang-orang jahat, dan Mahdi adalah simbol kemenangan akhir dan sempurna bagi orang-orang yang benar dan beriman.

Dalam rangka menyambut kemunculan Imam Mahdi kelak, umat Islam perlu mempersiapkan diri, baik secara iman maupun amal.

Persiapan secara iman berarti meyakini bahwa kedatangan Mahdi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nubuat akhir zaman, sebagaimana yang dijelaskan oleh berbagai riwayat Nabi SAW. Kemunculan Imam Mahdi adalah karunia Allah bagi orang-orang yang tertindas dan lemah.

Persiapan secara amal berarti mempersiapkan diri dengan amaliah politik guna meruntuhkan rezim yang zalim dan menindas. Hal ini sejalan dengan pendapat beberapa ulama yang menekankan bahwa sebelum kedatangan Imam Mahdi, umat Islam dan masyarakat tertindas pada umumnya perlu membangun pemerintahan yang adil dan makmur, yang mampu membebaskan sebagian kaum tertindas di muka bumi guna menyambut kemunculan Imam Mahdi.

Sabda Nabi Muhammad SAW yang terkenal, bahwa Allah akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan ketidakadilan dan tirani, menunjukkan bahwa pada saat kemunculan Imam Mahdi akan ada dua golongan. Golongan pertama adalah para penindas, dan golongan kedua, meskipun kecil jumlahnya, adalah orang-orang yang tertindas dan mengalami ketidakadilan serta penindasan. 

Ja’far al-Shadiq menjelaskan bahwa Imam Mahdi akan muncul hanya ketika orang-orang saleh menjadi yang paling saleh, dan orang-orang jahat menjadi yang paling jahat. Hal ini juga menunjukkan bahwa baik golongan saleh maupun golongan jahat tetap akan ada.

Para ulama menyebutkan adanya sekelompok orang yang segera bergabung dengan Imam Mahdi begitu beliau muncul. Ini kembali menegaskan bahwa golongan saleh tidak akan sepenuhnya musnah. Meskipun jumlah mereka sedikit, mereka memiliki kualitas keimanan yang luar biasa. Para ulama juga kemunculan Imam Mahdi akan didahului oleh kebangkitan-kebangkitan lainnya dari golongan yang saleh. Oleh karena itulah, kita, sebagai umat Islam, juga sebagai bagian dari masyarakat yang tertindas perlu bangkit melawan tirani dan rezim yang zalim.

Wallahu a’lam

Penulis: Mustofa Masruri Jazuli (Kontributor)
Editor: Diaz

  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top