Cara Bertahan Hidup ALa Man’s Search For Meaning

Dok.IMDb.com

Identitas Buku

Penulis : Viktor E. Frankl

Penerjemah : Haris Priyatna

Penerbit : Noura Publishing

Halaman : 252

ISBN : 9786023854165

“Humor merupakan senjata jiwa yang lain dalam upaya seseorang untuk bertahan hidup.”

Viktor E. Frankl, seorang psikiater pengembang pendekatan psikologis bernama Logoterapi, sekaligus penyintas tawanan kamp konsentrasi Nazi pada tahun 1942 hingga 1945, menulis naskah buku Man’s Search For Meaning saat berada di dalam kamp. Tak salah jika buku ini pun bercerita tentang kehidupannya selama mendekam di kamp Nazi, khususnya saat ia dikirim ke Auschwitz dan terpisah dari keluarganya. 

Man’s Search For Meaning diterbitkan pertama kali pada tahun 1946 dalam bahasa Jerman dengan judul “Ein Psycholog erlebt das Konzentrationslager” (Seorang Psikolog Mengalami Kamp Konsentrasi). Sejak pertama kali diterbitkan, buku ini telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 24 bahasa dan terjual lebih dari 16 juta kopi di seluruh dunia. Selain menjadi dukungan bagi mereka yang tersesat dalam kehidupan, buku ini juga digunakan sebagai ilmu dalam pendidikan dan terapi, khususnya pengaplikasian logoterapi.

Buku ini terbagi menjadi tiga bagian panjang: (1) pengalaman hidup Frankl selama di kamp konsentrasi, (2) penerapan logoterapi bagi pasien depresi dan kecenderungan bunuh diri, dan (3) catatan terakhirnya pada tahun 1984. Di paragraf awal pada bab pertama, Frankl menekankan bahwa kisah dalam buku ini bukanlah tentang tokoh-tokoh besar yang menderita di dalam kamp, melainkan mereka yang tak tercatat dalam sejarah dan dikenal tanpa nama.

Berada di dalam kamp, Frankl menyaksikan ragam penyiksaan, penderitaan, hingga kematian. Alih-alih berputus-asa dan menyerah, Frankl justru menemukan makna di balik penderitaan yang ia dan kawan-kawan alami di kamp konsentrasi. Hidupnya yang sulit saat sakit dan kegagalannya melarikan diri dari kamp tidak menghentikannya untuk menghibur sesama tawanan. Tak jarang pula, obrolan-obrolan antar tawanan disertai ragam lelucon demi masa depan yang mereka dambakan.

Perjalanan Singkat Hidup Victor E. Frankl

Profesi sebagai psikiater nyatanya merupakan salah satu dari mimpi terbesar Frankl. Sejak berusia 3 tahun, ia bertekad untuk menjadi seorang dokter. Di masa remajanya, Frankl menunjukkan ketertarikannya pada filsafat, psikoanalisis, dan fisiologi eksperimental. Ia juga berkesempatan mengikuti kelas pendidikan orang dewasa dan mulai berkorespondensi dengan Sigmund Freud. 

Pada satu momen, seorang instruktur dari lokakarya pendidikan filsafat orang dewasa memberikannya sebuah kesempatan untuk berceramah mengenai makna hidup. Saat itu pula, ia berkata, “Kita sendirilah yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kehidupan kepada kita, dan kita hanya dapat merespons itu semua dengan bertanggung jawab terhadap eksistensi kita.” Dari situlah, keyakinannya terbangun menjadi fondasi kehidupan pribadi dan identitas profesional Frankl.

Pekerjaan konseling pertamanya didirikan untuk anak muda di Wina, lalu mulai tahun 1930 hingga 1937 ia bekerja sebagai seorang psikiater di University Clinic, Wina, untuk menangani pasien-pasien dengan kecenderungan bunuh diri. Tekadnya adalah membantu para pasien menemukan cara untuk melihat hidup mereka lebih bermakna, bahkan saat jiwa mereka sedang sakit. Disusul pada tahun 1939, ia berhasil menjadi kepala departemen neurologi di Rothschild Hospital, satu-satunya rumah sakit Yahudi di Wina. 

Ketika Rothschild Hospital ditutup oleh pemerintahan Sosialis Nasional, Frankl sadar ia akan dikirim ke kamp konsentrasi Nazi. Namun, pada tahun 1942, konsulat Amerika di Wina menyatakan bahwa Frankl berhak mendapatkan visa imigrasi Amerika Serikat, dan berakhir pilihannya untuk menetap bersama orang tuanya di Wina. Lalu, ketika Frankl akhirnya dideportasi, ia menghabiskan 3 tahun berikutnya di 4 kamp konsentrasi berbeda—Theresienstadt, Auschwitz-Birkenau, Kaufering, dan Türkheim.

Bertahan Hidup di Kamp Konsentrasi

Berada di kamp konsentrasi mengharuskan semua tawanan meninggalkan identitas dan profesi mereka. Victor E. Frankl, tawanan nomor 119.104, menanggalkan profesinya sebagai psikiater dan bekerja siang-malam untuk membuat lintasan jalan kereta api tanpa satupun tangan menawarkan bantuan. 

Di tengah penderitaan dan pengalaman yang menyiksa para tawanan kamp konsentrasi, Frankl justru menemukan tiga fase reaksi mental terhadap kehidupan yang dilalui para tawanan. Fase pertama adalah syok, keadaan yang terjadi ketika tawanan mulai masuk ke kamp konsentrasi bahkan sebelumnya. Fase kedua adalah apatis relatif, terjadi saat tawanan harus berhadapan dengan rutinitas kehidupan kamp. Terakhir, fase ketiga, yakni ketika semua tawanan dibebaskan. 

Sembari melakukan penelitian dan melanjutkan naskahnya yang terus-menerus hilang di kamp, Frankl turut mengalami berbagai peristiwa yang bisa ia katakan ‘menyelamatkannya’. Mulai dari kupon keberuntungan yang bisa ditukarkan dengan 12 mangkuk sup hingga pengalamannya merawat tawanan yang sakit tifus tanpa diganggu oleh para Capo. 

Suatu hari, ketika penyakit mulai menjalar dan banyak tawanan masuk ke kamar gas, Frankl dan kawan-kawan mengadakan sebuah pertunjukkan di mana satu per satu dari mereka melontarkan lelucon tentang kehidupan di masa mendatang, kehidupan yang mereka dambakan selepas terbebas dari kamp konsentrasi. Dengan begitu, Frankl yakin bahwa hal tersebut akan menumbuhkan keberanian mental para tawanan. 

Menurutnya, para tawanan harus diingatkan bahwa hidup masih mengharapkan sesuatu dari diri mereka, tentang manusia lain yang menantikan mereka untuk pulang, walau nyatanya, banyak tawanan yang mendapati tidak seorang pun menantikan kepulangan mereka. 

Di setiap cengkerama, para tawanan mendapati bahwa tidak ada kebahagiaan di bumi ini yang seimbang dengan penderitaan mereka di dalam kamp. Para tawanan tidak mengharapkan kebahagiaan, tetapi juga tidak siap menghadapi ketidakbahagiaan. Di saat seperti itulah mereka mempertanyakan makna kehidupan yang mereka jalani.

Catatan Pendek Tentang Logoterapi

Ketika menjalani sebuah terapi, pasien cenderung diminta untuk melihat ke masa lalu dan merenungkannya. Mereka diminta mencari apa saja penyebab mereka menjalani kehidupan yang tidak berarti ini, mengapa kehidupan begitu berat, dan apa yang menyebabkan mereka bersikeras untuk meninggalkan dunia ini.

Dalam logoterapi, Frankl menjelaskan bahwa pasien tidak diminta menyelami masa lalu dan merenungkannya seperti mengumpulkan penyesalan dan kekecewaan. Namun, di sisi lain, logoterapi meminta pasien untuk memperhatikan masa depan dan melakukan pencarian makna hidup yang harus dilakukan untuk masa depan si pasien.

Upaya manusia untuk mencari makna hidup, bagi Frankl, merupakan motivator utama di dalam hidup. Mencari makna hidup bukan sekadar karena dorongan-dorongan naluriah, melainkan sesuatu yang unik dan khusus. Dapat diartikan, pencarian makna hidup hanya mampu dipenuhi oleh orang yang bersangkutan.

Frankl melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif untuk mendapatkan prosentase tentang makna hidup bagi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 89% peserta mengakui bahwa manusia membutuhkan ‘sesuatu’ agar tetap hidup. Hal itu berarti, manusia perlu alasan dan dorongan agar mereka dapat bertahan hidup baik di segala kondisi, di tengah penderitaan sekalipun.

Bangkit Melalui Man’s Search For Meaning

Victor E. Frankl sukses besar jika tolok ukur untuk meraih predikat mega best seller book adalah tentang pengaruhnya bagi masyarakat di dunia. Nyatanya, tak hanya sarat akan ilmu, Frankl sukses menghadiahkan para pembaca dengan dorongan dan dukungan untuk mereka yang sedang berdiri di ambang batas antara hidup atau mati melalui bukunya.

Frankl menulis buku ini dengan bahasa yang sederhana sehingga pembaca mudah memahami maksud dari tulisannya. Meski begitu, pembaca tetap harus lebih teliti, bahkan membaca beberapa kali agar pemahaman mereka meningkat. Tak sampai di sana, cerita tentang kehidupannya di dalam kamp mungkin tidak mudah dipercaya seperti apa yang dikatakannya langsung. Namun, jika ini benar adanya, maka kita yang duduk di atas kasur sambil membaca buku ini adalah salah satu manusia yang beruntung.

Menurut Frankl, menjelaskan logoterapi secara singkat adalah hal yang mustahil. Namun, ia berhasil melakukannya. Frankl berhasil membagi beberapa bagian tentang logoterapi agar pembaca lebih mudah memahami topik-topik yang ia ceritakan.

Di samping buku ini menarik untuk pembaca yang sedang depresi atau mengalami penyakit kejiwaan, buku ini terbukti sangat berpengaruh bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu-ilmu psikoterapi. Dikatakan pula, buku ini telah terjual jutaan kopi di seluruh dunia dan menarik perhatian mereka yang belajar di bidang terkait.

Faktanya, walau buku ini dijadikan pedoman bagi mahasiswa psikologi untuk mendalami pendekatan psikologis logoterapi, buku ini amat berisi dan berat bagi pembaca yang tidak berada di bidang yang sama (psikologi, filsafat, psikiatri, dan semacamnya). Penjelasan tentang logoterapi amat mendetail dengan menyisipkan istilah-istilah yang tak mudah dipahami hanya dengan sekali baca. 

Pembagian bab yang panjang juga akan menyebabkan pembaca mengalami reading slump. Di bab pertama, sudah seharusnya disertai dengan trigger warning, karena menyebutkan beberapa kisah mengerikan dan menyedihkan yang dapat mempengaruhi emosi dan mental pembaca. Saya pribadi, membaca bab pertama dalam waktu yang cukup lama sebab seringkali merasa tersentuh dan terluka ketika mengetahui ada penyiksaan dan penderitaan semacam itu di dunia ini.

Ketika memutuskan untuk melanjutkan bacaan, rasanya membalik ke halaman berikutnya menjadi sangat lambat. Tulisan yang disajikan terasa amat berat dan banyak, menyebabkan saya tidak sabar untuk menyelesaikan buku ini, meskipun di sisi lain, saya merasa bosan. 

Melalui buku ini, jujur dalam lubuk hati saya, logoterapi amat dibutuhkan bagi mereka yang hilang arah, khususnya diri saya sendiri. Logoterapi, jika dipraktekkan oleh psikiater di dunia, tentu akan sangat membantu kami, pasien sakit jiwa yang sedang dalam pengobatan dan pemulihan.

Terima kasih kepada Victor E. Frankl karena sudah bertahan hidup dan berbagi kisah kepada kami, para pembaca. Pembacamu yang sakit ini sedang memulihkan diri dari ragam kekacauan yang menyebabkan kami berdiri di atas untaian benang kusut. Terima kasih karena melalui buku ini, kami tetap harus bertualang, mencari dan menemukan makna hidup kami sampai akhir. 

Penulis : Marricy

Editor : Diaz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top