Sudah Efektifkah Dana Kemahasiswaan?

Oleh: Hasna Fuadilla H.
Reporter: Lana Fitria S. dan Syarifudin
Minggu,
Bulan November satu tahun lalu (27/11/12), Ruang Teater Fakultas Ilmu
Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) ramai oleh perdebatan
para mahasiwa dalam acara Kongres Mahasiswa yang dihadiri oleh
seluruh Unit Kegiatan Kampus (UKM) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) di FIB Undip. Mereka tengah memperbincangkan kelanjutan
penarikan DKM untuk tahun selanjutnya. Setelah melalui perdebatan
yang cukup panjang, maka diambillah suatu keputusan atas kesepakatan
bersama bahwa DKM untuk tahun 2012 akan ditarik sebesar Rp27.500,00
dan dikoordinasi oleh Senat Mahasiswa (Sema) FIB.

DKM
atau Dana Kemahasiswaan adalah sejumlah dana yang ditarik dari
mahasiswa dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh mahasiswa dan
diperuntukkan untuk kegiatan mahasiswa. Untuk tahun 2012, sasaran
pembayaran DKM adalah mahasiswa baru FIB. “Karena (angkatan lain)
dianggap sudah bayar itu, jadi sasaran utamanya itu yang 2011 dan
2012. Soal inikan kalo yang 2011 itu baru sekitar 1 tahun ini masuk
UKM sama HMJ dan 2012 mereka angkatan baru.” Terang Ryan, ketua
Sema periode 2011-2012.

Pada
Kongres Mahasiswa tahun lalu, telah disepakati bersama bahwa untuk
tahun 2012, sosialisasi DKM akan dilakukan dengan cara
menyelenggarakan ekspo dan pembagian
souvenir
dalam bentuk pin bagi yang sudah membayar. Sesuai perencanaan, ekspo
berhasil diselenggarakan pada bulan April lalu atas kerja sama antara
Sema, UKM, dan HMJ di FIB. Namun dalam pelaksanaannya, tujuan
penyelenggaraan ekspo yaitu sosialisasi DKM seolah tak tersampaikan.
Hal ini dikarenakan sedikitnya jumlah mahasiswa yang telah membayar
DKM.

Hingga
kini, tidak banyak mahasiswa yang membayar DKM, entah karena tidak
efektifnya sosialisasi DKM atau kurangnya kesadaran mahasiswa untuk
membayar DKM. “Kemarin udah kurang lebih seratus. Kalo saya hitung
94 orang. Itu dari KMMS, D3 Jepang, Ilpus (Ilmu Perpustakaan, red.),
dari yang lain, dari mahasiswa sendiri ke saya personal.” Jelas
Yeni dari Komisi C Sema yang mendapat tugas untuk mengurus keuangan
Sema dan DKM ketika ditemui tim
Hayamwuruk
di parkiran Gedung Sejarah. Yeni
mengatakan bahwa ia dan pengurus Sema lainnya berencana untuk
berkeliling ke kelas-kelas untuk menagih pembayaran DKM sebelum
Kongres Mahasiswa tahun ini digelar.

Sudah
semenjak dahulu permasalahan DKM menjadi pembahasan yang sensitif
karena menyangkut permasalahan dana yang digunakan untuk kegiatan
kemahasiswaan. Adapun untuk jumlah DKM setiap tahunnya tidaklah sama,
tergantung pada jumlah mahasiswa yang membayar. “Untuk sekarang
sudah terkumpul sekitar Rp 2.500.000,00 dan bisa diambil oleh UKM
atau HMJ.” Ujar Yeni. Dengan jumlah DKM yang sedikit, apalagi untuk
dibagi-bagi ke sejumlah UKM dan HM di FIB nampaknya tidak cukup
membantu UKM dan HM dalam hal pendanaan.

Belum
Efektif

Kenyataannya,
ekspo UKM yang diselenggarakan pada Selasa, 17 April lalu kurang
mendapat respon positif. Acara yang ditargetkan sebagai ajang untuk
sosialisasi DKM nyatanya berlangsung sepi dan kurang optimal,
sehingga tujuan penyelenggaraan acara kurang tersampaikan. Christi
dari UKM PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) mengatakan bahwa
informasi mengenai DKM masih kurang jelas. Rata-rata, UKM lebih
memilih untuk mencari dana sendiri untuk membiayai kegiatan
masing-masing.
Yeni
menjelaskan bahwa salah satu alasan kurang efektifnya acara ekspo
pada April lalu adalah kurangnya koordinasi pantia yang terdiri dari
Sema, UKM dan HMJ. Menurutnya, respon UKM dan HMJ untuk acara ekspo
masih kurang. Panitia acara dari UKM dan HMJ pun sering berganti.
“Jadi informasi itu
nggak nyampe
ke UKM HM.” Ujar Yeni.

Yeni
mengaku bahwa ia dan teman-temannya kewalahan untuk mengkoordinasi
penarikan DKM. “Kalo penilaian saya sih sebenarnya ada
miss
komunikasi antara senat yang dulu sama yang sekarang. Yang di mau
sama senat yang dulu itu
nggak
disampein
ke kita. Jadi harusnya sebelum UKM (DKM) itu dilakukan kita tuh sudah
sosialisasi dan puncaknya di ekspo itu. Kemarin itu waktu kita rapat
juga ada presidium kongresnya, nah itu juga
nggak
menyampaikan (informasi) pada saya.” Jelasnya.
Yeni
sendiri mengatakan bahwa ia belum terlalu mengerti mekanisme
penarikan DKM. “belum terlalu
ngeh.
Kita tuh baru
trus
langsung dikasih ekspo. Kok tiba-tiba ada? Itu pun persiapannya cuma
seminggu dua minggu. Jadi kita juga
keteteran.
Prosedur penarikannya juga saya sama
temen-temen
belum terlalu paham.” Terangnya.

Ryan
sebagai ketua Sema mengaku sedikit bingung dengan ketentuan penarikan
DKM, terutama mengenai kesadaran dari para mahasiswa untuk melakukan
pembayaran. “Jadi sebelumnya niatnya sih mau wajib, tapi dalam
tanda kutip. Soalnya gini, ketika ada mahasiswa, seumpamanya
mahasiswa A. Dia
nggak
ikut kayak HM atau UKM, sedangkan dari promosinya kita kan itu buat
dana acara HM atau UKM. Itu terkadang ada pikiran, ‘
saya
nggak ikut UKM saya nggak ikut HM, jadinya saya bayar kenapa?’
Mereka pada tanyanya gitu, jadinya
terkadang ada pemikiran seumpamanya yang ikut HM atau UKM memang
wajib gitu, tapi kan buat mereka-mereka yang pikiran ‘
saya
nggak ikut HM jadi saya nggak perlu

bayar’
gitu susah itu lho buat menyadarkan mereka. Jadinya kesulitannya di
situ itu jadinya kurangnya di itu.”

Ketika
tim
Hayamwuruk
bertanya mengenai mekanisme penarikan DKM, Ryan menjelaskan bahwa
selama ini Sema hanya mengirimkan pesan melalui
SMS
terhadap UKM dan HMJ. Setelah acara ekspo berakhir, Sema sendiri
tidak pernah mengadakan sosialisasi lebih lanjut seperti mengumpulkan
UKM dan HMJ untuk pembahasan DKM. Adapun penarikan DKM lebih
dipusatkan melalu komting-komting kelas karena dianggap lebih
efektif.

Selain
penyelenggaraan ekspo, sosialisasi DKM juga dilakukan dengan cara
pemberian pin pada mahasiswa yang telah melakukan pembayaran.
Mahasiswa dapat meminta pin kepada Sema dengan menunjukkan bukti
kuitansi pembayaran DKM. Diharapkan dengan pengadaan pin tersebut
dapat menarik minat mahasiswa FIB untuk membayar DKM.

Kenyataannya, sedikitnya jumlah mahasiswa yang
membayar DKM menjadi salah satu bukti bahwa sosialisasi DKM masih
belum optimal. Padahal, DKM secara tidak langsung dapat membantu
kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang diadakan oleh UKM dan HM dari
segi pendanaan. Kiranya patut dipikirkan ulang langkah-langkah
sosialisasi yang lebih efektif jika UKM dan HMJ di FIB masih mau
melanjutkan pengadaan DKM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top