Dok. Tribunjateng.com |
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mempertanyakan keseriusan dan keberpihakan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dalam penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Pasalnya dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang nomor 3 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL—yang kerap disebut Perda PKL—yang disahkan pada Kamis, (25/1/2018) tidak mengakomodir keseluruhan rekomendasi yang telah diutarakan oleh LBH Semarang dan jaringan masyarakat sipil.
Dari rilis yang diterima Hayamwuruk, Selasa (5/3/2018), Herdin, salah satu anggota LBH Semarang, mengungkapkan bahwa pada tahun 2017, LBH Semarang dan jaringan masyarakat sipil telah memberi masukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) PKL yang berperspektif HAM kepada Kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM untuk disampaikan kepada Pemerintah Kota Semarang. Selain itu usulan tersebut, juga mereka sampaikan lewat public hearing (dengar pendapat) yang diadakan DPRD Semarang.
Adapun rekomendasi LBH Semarang dan jaringan masyarakat sipil antara lain:
1. Menambahkan asas dalam raperda untuk mendukung operasionalisasi Raperda sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
2. Adanya jaminan kepastian hukum melalui penegasan secara eksplisit bahwa relokasi jika tidak dapat dihindari, harus ditempatkan pada lokasi yang layak sebagai jaminan dari pemenuhan jaminan peningkatan taraf hidup secara terus menerus.
3. Adanya pentahapan pemberian sanksi administrasi yang jelas, disesuaikan dengan pengklasifikasian pelanggaran dengan mengutamakan upaya-upaya persuasif sebagaimana judul dari Perda.
4. Disamping pemerintah perlu juga menyertakan PKL dan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai tim penataan PKL.