 |
Ilustrasi : Alfi |
|
Oleh : Puspa
Di saat pandemi seperti ini, uluran tangan orang lain yang seharusnya bagaikan angin segar yang menyejukkan kini sulit dirasakan. Ketika para orang tua mahasiswa yang dilanda kesulitan ekonomi dengan penurunan pendapatan yang signifikan merupakan hal yang wajar untuk mempertanyakan “Ke mana UKT anak saya?” karena perkuliahan intensif hanya dilakukan 1 bulan saja sisanya dengan sistem daring. Lalu, timbal balik yang dilakukan oleh Universitas dengan berbentuk bantuan adalah jawabannya. Entah berupa dana tunai atau kuota internet yang diberikan per-bulan untuk menunjang perkuliahan dengan sistem daring. Padahal hal semacam ini memberikan keuntungan tersendiri bagi kampus untuk berdalih agar UKT tidak perlu dikembalikan sepenuhnya.
Pada Universitas Diponegoro yang ‘katanya’ peduli pada mahasiswanya sudah memberikan tindakan menanggapi hal tersebut. Mahasiswa sudah diberikan fasilitas bantuan untuk menunjang perkuliahan dengan sistem daring, dari berbentuk dana tunai hingga kuota internet sudah dilaksanakan. Namun, ada kecacatan pada saat pembagiannya. Bantuan yang diluncurkan oleh Undip bisa dikatakan terlalu pilah pilih yang terkesan tidak menyeluruh dan mahasiswa diribetkan lagi dengan berbagai persyaratan yang menjadi tolak ukur layak/tidak menerima bantuan. Belum lagi minimnya informasi yang diberikan dan penyaluran yang cukup lama hingga tidak merata. UKT tidak dikembalikan kena php pula dengan iming-iming bantuan yang ‘akan’ diberikan.
Terbukti dari bantuan pertama yang diluncurkan pada akhir Maret berbentuk dana sebesar Rp 50.000 sebulan untuk kuliah daring hanya untuk bidikmisi dan golongan UKT 1 dan 2 saja. Menurut pengakuan SN salah satu Mahasiswa Antropologi Sosial yang terdaftar UKT golongan 2 mengakui tidak pernah ada dana masuk dari pihak Undip. Hingga bantuan tersebut dihentikan dan digantikan dengan subsidi kuota sebesar 10GB per-bulan ia juga tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan provider yang ia pakai tidak termasuk didalamnya. Ditambah lagi masalah lamanya waktu penyaluran subsidi kuota yang memerlukan kurang lebih waktu sebulan untuk sampai pada mahasiswa, alias ngaret dari jadwal yang dijanjikan.
Belum selesai permasalahan pembagian subsidi kuota pada seluruh mahasiswa yang dijanjikan akan dibagikan pada awal Juni 2020. Per-tanggal 29 Mei 2020 Undip mengeluarkan bantuan untuk mahasiswa yang terdampak Covid-19 secara ekonomi dengan tajuk “Pegawai Undip Peduli Bersama Kita Bantu Mahasiswa Undip.” Total bantuan dana yang diberikan secara tunai sebesar Rp 600.000.000 untuk mahasiswa dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Syarat dan ketentuan selalu mengiringi bantuan yang diberikan UNDIP pada mahasiswanya. Dalam kasus bantuan ini persyaratannya mirip dengan banding UKT, salah satunya ialah melampirkan foto rumah. Saya heran untuk apa foto rumah dijadikan sebagai tolak ukur kemampuan ekonomi keluarga saat pandemi? Padahal sulit dibuktikan valid atau tidaknya hanya dengan foto rumah. Setelah ditelisik ada beberapa kejanggalan dalam bantuan 600 juta ini, yaitu:
- Syarat dan ketentuan yang berlaku sama seperti mengajukan banding UKT.
- Dikatakan bantuan 600 juta ini untuk 3 bulan (Juni, Juli, Agustus), dan disebutkan juga bahwa batas periode pendaftaran sampai 30 Juni 2020, lantas untuk penyaluran dana bulan Juni bagaimana?
- Informasi yang tidak lengkap, tidak dijelaskan kriteria khusus untuk penerima dan tidak terdapat besaran nominal bantuan yang akan diberikan.
- Di dalam formulir surat pernyataan terdapat kalimat “Belum pernah mendapatkan bantuan langsung tunai (lebih dari Rp 250.000 per-bulan) dari pihak manapun selama adanya bencana Covid-19)…” Terkesan jika sudah menerima dari pihak lain tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan ini.
- Tidak adanya transparansi perihal sistematis seleksi untuk bantuan 600 juta ini.
Jika kita pikirkan kembali bagaimana bantuan-bantuan yang diberikan Undip untuk mahasiswanya, bisa dikatakan menggunakan pola yang sama. Bagaimana bisa begitu? Karena terlihat dari bantuan pertama diberikan belum selesai disalurkan sudah digantikan dengan bantuan baru berupa subsidi kuota, dan disaat penyaluran kuota belum selesai dan ngaret dari yang dijadwalkan dikeluarkan lagi bantuan berupa dana 600jt untuk mahasiswa terdampak. Dan di dalam setiap bantuan yang dikeluarkan terdapat “syarat dan ketentuan” yang tentu saja tidak semua mahasiswa bisa mendapatkannya, terlebih lagi dengan tidak dijelaskannya kriteria pasti yang akan menjadi penerima menambah rasa kebingungan mahasiswa pada bantuan yang dikeluarkan ‘sebenarnya ditujukan untuk siapa?’. Ibaratnya yang bernasib beruntunglah yang akan mendapatkannya.
Bukan, bukan bermental miskin ingin selalu mendapatkan bantuan juga, tetapi tidak jelasnya sistem pembagian bantuan yang tidak tersusun menyebabkan kebingungan yang dinilai kurang efektif. Tambahan lagi, dari pihak kampus juga sulit untuk dimintai konfirmasi mengenai hal ini sehingga kasus yang ada terlupakan begitu saja tertutupi oleh isu bantuan baru yang diluncurkan.
Saya jadi ingat serial anime Naruto ada sebuah jutsu yang bernama Kage Bunshin No Jutsu. Senada dengan bantuan yang diberikan Undip untuk mahasiswa yang muncul secara bergantian dan terjadi tumpang tindih diantaranya. Bunshin (bayangan) yang dikeluarkan berguna untuk menutupi atau mengelabui keberadaan pengguna asli dari jutsu ini.
Editor : Restutama
Related