Surat Pembaca: Pembangunan Wartel Dan Fotokopi Perlu Ditinjau Ulang

Saya mahasiswa sastra inggris semester akhir. Saya hanya akan mencermati sedikit perubahan yang ada di kampus sastra terunanta ini. Pertama, ketika saya masuk ke dunia perkuliahan kembali setelah lama vakum dari dunia perkuliahan (kurang lebih tiga bulan) maklum sibuk skripsi dan ngejar wisuda, saya di kejutkan oleh pembangunan wartel dan fotokopi disamping pos satpam.

Ketika dalam proses pembangunan, banyak teman saya yang mempertanyakan akan dibangun untuk apa bangunan di samping pos satpam depan kampus itu? Apakah pos satpam mau diperlebar untuk tidur satpamnya? Ketika saya tanyakan pada salah seorang personil satpam, dengan tegas dan bernada tinggi menjawab “diperlebar gundulmu kuwi! Wong iki meh kanggo fotokopi lan wartel, kok!” (diperlebar kepalamu itu, orang ini mau dibuat fotokopi dan wartel, kok). Dari pembicaraan yang singkat itu saya sempat kaget, mengapa nada bicara sang satpam tinggi? Ada apakah dibalik pembangunan kedua bangunan itu?

Rencana pembangunan kedua bangunan yang saling berdempetan dengan pos satpam itu sebenarnya dulu pernah saya dengar dalam rapat pihak dekanat dengan mahasiswa pada waktu laporan pertanggung jawaban TU (tata usaha) beberapa waktu lalu. Dalam rapat itu disinggung bahwa rencana pembangunan kedua bangunan itu tujuannnya adalah untuk menambah pemasukan TU selain ada tujuan lain yang sempat disebut yaitu agar memudahkan penggandaan dokumen – dokumen milik TU dan juga untuk mempermudah dosen dalam menggandakan bahan – bahan untuk proses perkuliahan.

Yang ingin saya tanyakan disini adalah mengapa pembangunan kedua bangunan itu didepan pintu gerbang yang seharusnya nya tidak ada bangunan lain berdiri di depan gerbang selain pos satpam. Di samping mengurangi nilai estetika, pembangunan kedua bangunan itu secara otomatis juga menimbulkan dampak yang besar bagi industri per-fotokopian yang ada di sepanjang jalan di depan kampus Fakultas Sastra ini. Karena sebagian besar konsumen mereka adalah para mahasiswa dan dosen Sastra. Sebagai contoh, sebuah industri fotokopi yang ada tepat berada di depan Fakultas Sastra mengeluhkan atas turunnya omzet sejak berdirinya bangunan fotokopi di kampus. Itu hanya sebagian kecil saja keluhan dari beberapa pengusaha fotokopi. Terus, bagaimana dengan janji pihak Fakultas yang dulu, yang katanya mau mengayomi dan memberdayakan para pengusaha kecil yang ada dilingkungan kampus?

Terakhir yang mau saya tanyakan, bahwa terdengar kabar santer tentang kepemilikan kedua bangunan itu yang ternyata di miliki oleh salah satu donatur (orang dalam) bekerjasama dengan pihak TU Fakultas, benarkah kabar itu? Kalau kenyataannya seperti itu, berarti kedua bangunan itu merupakan proyek bersama dan bukan lagi murni sebagai salah satu upaya penambahan pemasukan bagi TU seperti yang pertama kali dulu diusulkan. Dengar-dengar dekanat juga turut andil memberikan investasi.

Mohon untuk ditinjau ulang lagi tentang pembangunan kedua bangunan, apakah s
udah pas bangunan itu berada disana? Sedangkan masih banyak lahan yang mungkin jadi lokasi yang tepat di Sastra. Di samping mengganggu estetika, juga mengganggu parkir bagi mobil dosen dan karyawan bukan? Terus itu milik siapa, pemasukannya ke mana? Jangan hanya mau untung aja dong! Pikirkan kerugiannya bagi orang lain (para pengusaha kecil) ingat kita hidup bukan di hutan kita hidup dilingkungan sosial yang ber tata krama dan saling tenggang rasa, bukankah itu yang diajarkan di kampus?

*Muhamad Roy
Mahasiswa sastra inggris ekstensi 01

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top