Untukmu, Filia Wardani

Oleh: Qur’anul Hidayat Idris
Peliput: Achmad Dwi Afriadi, Pramoda Anindia Dipta

Ruang Pertunjukan di lantai 2 gedung utama FIB Undip berubah muram dengan balutan tata panggung hitam putih. Foto seorang wanita dengan senyum indah tertata di sebelah kiri panggung, di tengah, replika pohon terpajang bersama daun kering bertaburan di lantai, kapal-kapalan kertas warna-warni tergantung di atasnya. Hari itu, 25 April 2011. Sastra Indonesia ’06 membuat sebuah ‘Catatan Kecil Untuk Sahabat’, mengenang seratus hari kepergian salah seorang mahasiswa Sastra Indonesia, Filia Wardani.

Acara dimulai lebih lambat 23 menit dari jadwalnya jam 13.00 WIB. Rektor Undip, Prof. Sudharto. EP telah menempati kursi tamu ditemani Dr. M. Abdullah, M.Hum, Drs. H. M. Muzakka, M.Hum, Mulyo Hadi Purnomo, Laura Andri, SS, Drs. M. Hermintoyo, M.Pd, serta keluarga dari almarhumah. Ruangan juga sudah penuh oleh mahasiswa saat Dodi membuka acara.

Setelah sambutan dari Rektor Undip yang langsung meninggalkan ruangan dikarenakan agenda pertemuan dengan senat fakultas, pihak keluarga yang diwakili sang bunda dan Bibi dari Filia Wardani menyampaikan ucapan terima kasih dan beberapa hal tentang Filia Wardani. Mata keduanya berkaca-kaca saat membacakan puisi Chairil Anwar. “Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta”. Sambutan itu diakhiri dengan kalimat menyentuh. “Selamat Jalan Filia sayang, selamat jalan bidadari surga.”.

Bacaan do’a tahlilan yang dipimpin Muzakka semakin menambah hikmat acara, menghentikan diri sejenak dari urusan dunia untuk masuk dalam perasaan merendah sebagai hamba-Nya. Menyadari betapa kematian adalah bagian dari rencana Tuhan yang mengikuti manusia tanpa bisa dihindari kepastiannya.

Gambar-gambar almarhumah ditampilkan bersamaan dengan dibacakannya sekilas cerita hidupnya. Filia Wardani lahir di Semarang, 11 Desember 1987, putri dari pasangan H. Ario dan Dian Handayani. Ia mengikuti jejak kakaknya masuk ke Fakultas Sastra—saat itu—pada tahun 2006, menjadi bagian dari 49 orang lainnya yang mengambil jurusan sama, Sastra Indonesia. Bakat menyanyinya membuat ia sering tampil di acara-acara kampus hingga didaulat menjadi vokalis grup band yang kemudian menjadi medianya mengembangkan bakat tersebut. Kebersamaan mereka harus diakhiri saat kanker payudara mengharuskannya menyerah pada takdir pada hari Sabtu, 15 Januari 2011.

Acara ini tercipta dari tidak terealisasinya acara memberikan almarhumah semangat ketika ia sakit. Menurut Tiar selaku ketua panitia, awalnya aara ini disiapkan dengan mengumpulkan anggota Sasindo ’06 yang sudah terpencar karena kesibukan masing-masing. Setelah memiliki konsep, pertemuan untuk merapatkan acara pun mulai dilakukan. “kami memiliki rasa kekeluargaan, dan solidaritas yang kuat, kami merasa sangat kehilangan dengan kepergian Filia.

”Setelah melewati rangkaian acara yang mengundang rasa haru, penampilan-penampilan dari beberapa angkatan Sastra Indonesia dan penampil lainnya sedikit mencairkan suasana. Diawali dengan WMS (Wadah Musik Sastra) yang membawakan sebuah lagu dari Flanela, “Bila Engkau” yang merupakan lagu kesukaan almarhumah saat ia sakit. Hermintoyo selaku dosen membawakan sebuah lagu ciptaannya berjudul “Angin Tak Lagi Menjamahmu” yang dimainkan langsung olehnya dengan Keyboard.

Diwakili oleh Rety dan Olivia, Sasindo ’07 memersembahkan lagu “Selamat Jalan, Kawan” dari Steven & Coconut Treez, disusul oleh Ami dan Rival yang mewakili Sasindo ’08. Tak mau ketinggalan, Angga, Jeny dan Ido memusikalisasikan puisi “Hujan Bulan Juni” dari Sapardi Djoko Damono untuk mewakili Sasindo ’09. Walaupun tidak sempat mengenal almarhumah, Sasindo ’10 tetap menyumbangkan penampilan, diwakili oleh Nia yang membacakan puisi Gus Mus berjudul “sujud”.

Saat penampilan sepertinya sudah selesai, Bagus dan Pandu diteriaki penonton untuk maju memberikan peampilan mereka mewakili Sasindo ’05. Dengan kocaknya Bagus “MC nya harus tanggung jawab, kita gak tau mau nampil apa nih!”. Mereka berdua lalu bercerita tentang Filia yang merupakan adik angkatan mereka. Permintaan untuk tampil mereka penuhi dengan Pandu membacakan puisi, diiringi musik oleh Bagus.

D’Sense yang membawakan tiga buah lagu, pertama lagu ciptaan almarhumah berjudul “Pergi Cinta” diikuti lagu dari Naff dan lagu dari mereka sendiri, “Menanti” menjadi pamungkas. Bagus yang merupakan pacar almarhum sekaligus personil D’Sense berucap sebelum mereka memulai tampilan. “Bagiku Filia adalah segalanya, rasa haru, bangga terus menyelimuti, dan semoga ia mendapat tempat terbaik disisi-Nya”

‘Catatan Kecil Untuk Sahabat’ meninggalkan banyak pelajaran tentang persahabatan. Ruang dan waktu tidak sanggup menghentikan kenangan dan sahabat almarhumah untuk mengenangnya, merelakan waktu dan tenaga untuk membuat sebuah bingkisan dengan menampilkan kembali kenangan itu. Menurut Dissa dari Sasindo ’09, acara ini menunjukkan betapa di keluarga Sasindo tersimpan cinta yang begitu besar. “ini wujud dari cinta di Sastra Indonesia, menjadi pelajaran untuk angkatan setelahnya, betapa kita disini tidak hanya sekedar menjalani rutinitas perkuliahan semata!” tukasnya saat ditanya setelah acara berakhir.

Saat ditanya mengenai makna perpisahan dan kematian, Diah dari Sasindo ’08 menjawab. “Misterius, kita tidak pernah tahu, tapi kematian itu pasti.”. di sisi lain Dissa menambahkan, “menjadi pertanyaan buat kita adalah bagaimana menjadi berarti dalam hidup, sehingga kematian kita meninggalkan sesuatu untuk orang yang mencintai kita, seperti Mbak Filia yang meninggalkan begitu banyak orang yang mencintainya!”.

Tiar memberikan kalimat terakhirnya untuk almarhumah, “Dia selalu jadi panutan, meski kami terbatas jarak dan waktu!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top